Tradisi Walimatus Safar Haji di Zaman Kolonial

bumi pesantren | 09 Juni 2022 09:42

Tradisi Walimatus Safar Haji di Zaman Kolonial
dok pinterest

 

Upacara tersebut tiada lain adalah sebagai bentuk penghormatan kepada calon jamaah haji yang akan melakukan perjalanan sangat jauh dan cukup lama. Bisa jadi upacara tersebut menjadi pertemuan terakhir sehingga tidak menjadi beban di kemudian hari karena sudah saling memaafkan. 

 

Perjalanan para calon jamaah haji menuju Makkah digambarkan penuh dengan rintangan dan perjuangan. Di antaranya harus melewati ombak samudera yang besar dan hembusan angin kencang yang bisa mengakibatkan kapal karam dan membuat penumpang menjadi meninggal, cedera karena terhempas atau terhimpit, barang-barang berharga seperti uang, emas, dan perak menjadi hilang, namun ada juga penumpang yang masih beruntung dan selamat dari kecelakaan.

 

Selain itu, saat berlayar di atas lautan ada juga jamaah yang meninggal dunia karena kelelahan, kekurangan sarana, atau mengidap penyakit. Permasalahan lain yang terkadang bisa menimpa pada sebagian penumpang adalah harus merelakan barang-barang berharga karena dicuri orang. Akibatnya, ketika sampai di pelabuhan ia harus mencari pekerjaan menjadi buruh atau meminjam uang kepada syekh (pembimbing haji) untuk mendapatkan uang dan bisa melanjutkan perjalanan. Pada zaman itu, perjalanan haji memakan waktu minimal enam bulan bahkan bisa sampai bertahun-tahun karena kehabisan bekal dan bekerja di perkebunan atau perusahaan setempat.