Ketika Islam datang, banyak orang yang baru masuk Islam masih membawa ingatan kolektif atas ritual kurban versi Jahiliah. Sebagian ingin tetap melestarikan cara lama: menyembelih, menaburkan darah, dan menyajikan daging di sekitar Ka’bah. Maka turunlah firman Allah:
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37)
Ayat ini menjadi pembeda yang tegas: kurban dalam Islam bukan tentang darah, bukan tentang persembahan lahiriah, tapi tentang niat dan ketakwaan. Sebuah koreksi terhadap distorsi sejarah.
Kini, ketika setiap Muslim menyembelih hewan kurban, itu bukan sekadar mengenang pengorbanan Ibrahim—melainkan juga membebaskan ibadah dari warisan jahiliah yang memperalat simbol tanpa makna. Kurban bukan hanya tindakan, tapi deklarasi spiritual bahwa hanya Allah yang patut disembah. (ivan)