Artinya, pemilu nasional yang juga dikenal dengan “Pemilu lima kotak” tidak akan berlaku lagi, karena pemilihan DPRD provinsi/kabupaten/kota dalam pelaksanaannya, resmi dimasukkan bersama dengan pemilihan kepala daerah.
Terdapat beberapa alasan yang mendasari MK untuk mengubah pelaksanaan pemilu dan pilkada, di antaranya:
Pemilih yang jenuh dan tidak fokus karena waktu pemilihan yang berdekatan antara pemilu anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan DPRD dengan pilkada. Ditambah lagi jumlah calon yang terlalu banyak, utamanya pada pemilu nasional yang menggunakan model lima kotak.
Isu pembangunan daerah terabaikan karena tenggelam oleh isu nasional yang terlalu mendominasi—pemilu presiden dan legislatif.
Pelemahan pelembagaan partai politik akibat kurangnya waktu untuk menyiapkan kader secara ideal dan partai-partai yang terjebak dalam pragmatisme dan politik transaksional hanya demi kepentingan elektoral.
Beban kerja penyelenggaraan pemilu yang berat menyebabkan turunnya kualitas penyelenggaraan.
Mengenal Parliamentary Threshold, Ambang Batas Kursi dalam Pemilu
Skema Pemilu dan Pilkada Setelah Putusan MK
Dengan adanya putusan itu, skema pelaksanaan pemilu dan pilkada pun berubah. Di bawah ini adalah ringkasan skema waktu pelaksanaan pesta demokrasi rakyat setelah ketok palu MK:
Pemilu nasional tetap dilaksanakan terlebih dahulu—seperti halnya pemilu edisi sebelumnya yang dilaksanakan lima tahun sekali.
Pilkada hanya dapat dilakukan paling cepat dua tahun dan paling lambat dua tahun enam bulan yang dilaksanakan sejak tanggal pelantikan presiden dan wakil presiden, DPR, dan DPD hasil pemilu nasional.
Sederhananya, jika pemilu nasional akan dilaksanakan pada tahun 2029, maka pilkada hanya dapat dilakukan paling cepat dua tahun setelah pelantikan hasil pemilu tersebut—tepatnya di tahun 2031.