Sementara kode 8 untuk Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Adapun kode 9 untuk wilayah Sulawesi dan Papua.
Layanan pos modern di Indonesia dimulai pada 1602 kala VOC masih berkuasa di Indonesia—kala itu masih bernama Hindia Belanda. Saat itu, surat-surat atau paket pos hanya diletakkan di Stadsherbrg (Gedung Penginapan Kota), sehingga orang-orang harus selalu mengecek apakah ada surat atau paket untuk mereka.
Gubernur Jenderal VOC Gustaaf Willem Baron van Imhoff kemudian mendirikan kantor pos pertama di Indonesia, tepatnya di Batavia pada Agustus 1746, demi meningkatkan keamanan surat dan paket yang dikirim via pos. Sesudahnya, cabang-cabang kantor pos dibangun di sejumlah wilayah Hindia Belanda. Pada 1880-an, lembaga Post, Telegraaf, en Telefoondienst (PTT)—yang menyatukan layanan pos, telegraf dan telepon—dibuat pemerintah Hindia Belanda.
Namun, pada era kemerdekaan, pemerintah Indonesia mengambil alih dan mengubahnya menjadi Djawatan Pos, Telegraf dan Telepon. Pada 1960-an, pemerintah memisahkan bisnis telekomunikasi sehingga nama perusahaan ini berubah menjadi Perusahaan Negara (PN) Pos dan Giro.
Kala itu, Marsoedi memilih tetap bekerja bidang pos dan giro, menjabat sebagai Kepala Bangunan dan Kendaraan Pos seluruh Indonesia. Dia mendesain seluruh gedung pos di Indonesia dan mengusulkan ide pos keliling ke daerah pelosok yang tidak terjangkau kantor pos dengan mendesain mobil Volkswagen Combi. Sulitnya penyortiran surat yang dihadapi petugas pos menjadi alasan di balik penyusunan kode pos yang dilakukan Marsoedi.