Daerah yang dibakar ini kelak menjadi Kampung Maladan, Jatimulyo, Dlingo, dan Bantul. Sementara itu pusaka yang dijaga oleh Jebeng Cokro Joyo, dicabut oleh Sunan Kalijaga dan menjadi Blumbang Banyuurip atau Banyu Penguripan.
Sedangkan pada saat pertemuan itu, mereka berdua juga melihat sebuah pohon. Terjadi perdebatan antara kedua orang ini tentang nama pohonnya, apa merupakan pohon jati atau kluwih.
Di tengah perdebatan itu pohon tersebut langsung berubah menjadi pohon jati dan daun kluwih. Sampai saat ini, pohon jati kluwih masih ada, tepatnya di Dusun Loputih, Jatimulyo, Dlingo.
Karena keunikannya, kayu jati kluwih ini sering dianggap bertuah oleh masyarakat Jawa. Walau secara ilmiah, tanaman ini tumbuh melalui proses adaptasi dengan lingkungan.
Terjadinya metamorfosa genetik, membuat terjadinya perbedaan spesies yang mencolok pada daunnya. Memang secara morfologis yang membedakan tanaman jati kluwih dengan kedua jenis jati lainya seperti Tectona grandis dan Tectona hamiltoniana adalah bentuk daunnya.
Tetapi secara taksonomis tanaman ini termasuk salah satu spesis dari tanaman jati, masuk dalam genus yang sama yaitu Tectona, tanaman jati kluwih ini secara taksonomi mempunyai nama ilmiah Tectona abludens.