Suatu ketika, pemerintah Belanda menerapkan passenstelsel dan wijkertelsel untuk membatasi tempat tinggal orang Tionghoa dengan pribumi. Atas izin dari Sri Sultan Hamengku Buwono II, komunitas Tionghoa ini akhirnya bisa tetap tinggal di Kampung Ketandan.
Hal ini agar aktivitas perekonomian dan perdagangan di daerah ini bisa semakin berkembang dan memberikan dampak yang positif bagi masyarakat.
Dengan begitu, kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang. Kontribusi orang-orang Kampung Ketandan sejak dulu dalam ranah ekonomi pun turut memberikan peran cukup besar dalam roda perekonomian Yogyakarta.