BANGKALAN, PustakaJC.co - Suasana haru menyelimuti halaman Pondok Pesantren Manba’ussurur, Bulajing, Tanah Merah Laok, Bangkalan. Di bawah langit mendung yang teduh, dua insan memulai babak baru kehidupan mereka dalam sebuah ikatan suci bernama pernikahan. Minggu siang, (13/4/2025).
Segalanya diawali dari iring-iringan penuh makna. Hudaifi, mempelai laki-laki, diberangkatkan dari rumahnya menuju kediaman Qodriyah di kawasan Junggunung, Tanah Merah Laok. Meski jalanan desa sedang berlumpur akibat hujan, semangat para pengantar tak surut. Diiringi lantunan sholawat Mahallul Qiyam, rombongan mempelai pria bergerak khidmat. Hudaifi diarak menggunakan mobil pikap yang dihias sederhana namun sakral, sementara para tamu dan kerabat mengikutinya dengan armada roda empat dan motor.
Di tengah guyuran gerimis kecil dan tanah becek, deretan doa dan sholawat menggema, menembus dinginnya udara dan menyatu dalam hangatnya cinta. Arak-arakan ini bukan sekadar prosesi budaya, tapi cermin kekhidmatan dan pengharapan, bahwa setiap langkah menuju pernikahan adalah langkah menuju ridha-Nya.

Sesampainya di lokasi, walimatul ‘arusy digelar tepat pada 14 Syawwal 1446 H, pukul 14.00 WIB. Resepsi berlangsung khidmat, dihadiri keluarga besar, para tokoh agama, serta sahabat dari berbagai penjuru.
“Alhamdulillah, hari ini Allah telah menyempurnakan separuh agamaku. Aku tak hanya menerima pasangan hidup, tapi juga amanah dan ladang pahala,” ujar Hudaifi, putra kelima dari KH. Muaddzin Ab As dan Hj. Robiatul Adawiyah, penuh haru.
Qodriyah, putri kedua KH. Mustain Ab As dan Nyai Hj. Fatimah, tampil anggun dan bersahaja. Keduanya hadir dengan kesederhanaan khas pesantren, namun aura wibawa dan kematangan terpancar dari sikap dan tutur kata.
“Hari ini bukan sekadar momen bahagia, tapi awal dari tanggung jawab dan ibadah yang panjang. Ya Allah, kuatkan kami dalam cinta yang Kau berkahi, sabarkan kami dalam ujian, dan jadikan rumah tangga ini sakinah, mawaddah, wa Rahmah.” tambah Hudaifi, dalam pernyataan pribadinya.
Meski langit masih menyimpan mendung dan hujan sempat turun ringan, suasana tetap hangat dan penuh kekeluargaan. Para tamu yang datang dengan kaki berbalut lumpur tetap tersenyum, tak henti melantunkan doa.
“Pernikahan ini adalah bagian dari takdir terbaik yang Allah pilihkan. Kami hanya bisa bersyukur dan mendoakan agar keduanya menjadi keluarga yang kuat, sabar, dan saling menguatkan dalam iman,” ujar Agus Hudaifi dengan logat Maduranya yang khas.
Sebagai penutup, Hudaifi memohon doa dan restu dari para hadirin dan sahabat:
“Aku tak sempurna, tapi aku akan belajar mencintai dengan cara yang Engkau ridai, ya Rabb. Jadikan pernikahan ini jalan menuju surga, tempat kami tumbuh dalam cinta dan iman.” Tutup pria yang suka bermain bola itu.
Semoga pernikahan ini menjadi awal dari keberkahan hidup, dan saksi bisu atas janji suci yang terucap di hadapan langit dan bumi. (Ivan)