Aktivitas menulis esai sejalan dengan misi utama pesantren, yakni mencetak manusia yang berpikir, berakhlak, dan berdaya. Menulis menuntut kesabaran, ketekunan membaca, dan keterbukaan terhadap kritik. Al-Ghazali menyebut tulisan sebagai “lidah kedua bagi manusia” (Ihya’ Ulumuddin). Dengan membiasakan santri menulis esai, pesantren tidak hanya mencetak penceramah fasih, tetapi juga penulis yang jernih dan mencerahkan.
Gerakan literasi pesantren perlu diarahkan bukan hanya menumbuhkan minat baca, tetapi juga semangat menulis. Santri tidak cukup mengkonsumsi wacana, tetapi juga harus memproduksi wacana. Menulis esai adalah langkah awal strategis untuk membentuk santri sebagai intelektual organik, mampu berdiri di antara tradisi dan modernitas, serta menyampaikan gagasan kepada umatnya dengan tulisan yang bening, berisi, dan mencerahkan. Sudah saatnya menulis esai menjadi budaya baru di pesantren, agar santri tidak hanya menjadi pendengar, tetapi juga penulis yang merawat dan membangun peradaban. (ivan)