Di dalam rumah Jawa kuno terdapat sejumlah ruangan berikut.
Pendhapa, disebut juga ruang pertemuan. Bagian depan rumah yang terbuka dengan empat tiang utama (saka guru). Di sinilah tuan rumah menyambut tamu.
Dalem (ruang keluarga), terdapat tiga senthong atau kamar di bagian dalem, yakni krobongan di tengah, untuk pemujaan Dewi Sri atau menyimpan benda pusaka, senthong kiwa (kamar tidur laki-laki), dan senthong tengen (kamar tidur perempuan).
Pringgitan, terletak di antara pendhapa dan dalem, berfungsi sebagai tempat pertunjukan wayang ringgit.
Gandhok, yakni kamar-kamar memanjang di sebelah kiri-kanan pringgitan dan dalem.
Pawon atau dapur, terletak di belakang senthong dalem.
Harta pusaka sengaja diletakkan di dalam krobongan untuk menghormati Dewi Sri, sang nyonya rumah yang sebenarnya. Sementara itu, bagian depan krobongan digunakan untuk upacara adat atau keagamaan, seperti khitanan, perkawinan, dan lainnya.
Di rumah joglo para bangsawan Yogyakarta, krobongan umumnya berisi bermacam benda sakral. Walaupun berbeda dengan para petani, tapi benda-benda itu tetap melambangkan kesuburan dan kebahagiaan rumah tangga.
Genuk, gentong atau gerabah dari tanah liat yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan beras. Berjumlah sepasang di depan krobongan, genuk bermakna agar pemilik rumah tidak kekurangan makanan.
Kendhi, benda dari tanah liat ini berjumlah sepasang dan berisi air. Letaknya di belakang genuk dan bermakna tidak akan kehausan atau kekurangan air.
Juplak, lampu minyak kelapa di antara dua genuk, melambangkan kehidupan.
Robyong, lampu gantung yang memiliki banyak cabang dan hiasan, berjumlah sepasang, juga melambangkan kehidupan.
Model burung garuda, digantungkan pada lampu silang atau tirai penutup senthong tengah atau di bagian atas antara dua genuk. Benda ini melambangkan pemberantas kejahatan.
Paidon, vas bunga yang terbuat dari kuningan berbentuk seperti landasan pohon hayat di Candi Prambanan, terletak di kiri-kanan krobongan. Fungsi aslinya sebagai tempat penampungan air ludah orang makan sirih. Tapi, di rumah ini, ia dijadikan tempat untuk menaruh kembar mayang, yakni dua buah hiasan kembar dari bunga jambe yang wajib ada dalam pernikahan adat Jawa.
Loro blonyo, sepasang patung pengantin Jawa yang duduk bersila, konon menggambarkan wujud Dewi Sri dan Raden Sadana. (int)