Pada sebuah Keurseus Budaya Sunda yang digelar oleh Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda (PDPBS) Universitas Padjadjaran secara daring via Zoom, Prof. Dr. Mikihiro Moriyama, seorang Guru Besar dari Departemen Studi Asia, Universitas Nanzan, Jepang, menyampaikan pandangan yang menarik mengenai kemiripan antara bahasa Sunda dan Jepang.
Menurut Prof. Moriyama, kedua bahasa ini memiliki tingkat bahasa yang serupa, sehingga menciptakan kecocokan yang kuat antara keduanya. Ia bahkan mengungkapkan bahwa kemiripan antara bahasa Sunda dan Jepang jauh lebih signifikan ketimbang kemiripan antara bahasa Inggris dan Indonesia.
Prof. Moriyama juga menyoroti kekayaan ekspresif bahasa Sunda, terutama dalam menyampaikan perasaan, rasa, dan nuansa hati yang mungkin sulit diungkapkan sepenuhnya dalam bahasa Indonesia.
Kisah bahasa Cia-Cia, yang dituturkan di Sulawesi Tenggara, menjadi unik ketika pada tahun 2009 Pemerintah Kota Baubau mengadopsi aksara Hangul (aksara Korea) sebagai sistem penulisannya. Keputusan ini didasari oleh keinginan untuk melestarikan bahasa Cia-Cia yang tidak memiliki sistem penulisan tradisional yang mapan, serta adanya anggapan kemiripan dalam pelafalan beberapa bunyi antara kedua bahasa.