Sekretaris Jenderal Kemenag, Kamaruddin Amin, menegaskan bahwa gerakan ini bukan sekadar penanaman pohon, tetapi bagian dari komitmen spiritual dan ekologis Kementerian Agama.
“Gerakan ini merupakan bentuk implementasi ekoteologi, yaitu paradigma yang mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dengan pelestarian lingkungan. Kami ingin mendorong masyarakat beriman yang peduli bumi,” ujar Kamaruddin.
Pohon Matoa, yang berasal dari Papua, dipilih karena memiliki nilai ekologis, ekonomis, sekaligus simbol keberagaman hayati nusantara. Gerakan ini dilaksanakan di berbagai lokasi, termasuk rumah ibadah, kantor Kemenag, madrasah, pesantren, perguruan tinggi keagamaan, dan asrama haji.