Menurut Khusnul, daerah-daerah tersebut memiliki kesamaan karakteristik sosial budaya seperti kuatnya pengaruh budaya lokal, rendahnya mobilitas penduduk, dan minimnya infrastruktur pendidikan dasar. Sebaliknya, wilayah dengan ABH terendah berada di kawasan perkotaan dengan fasilitas pendidikan yang lebih baik. Kabupaten Sidoarjo mencatat angka ABH 0,69 persen, disusul Kota Surabaya 1,08 persen, dan Kota Pasuruan 1,15 persen.
“Strategi peningkatan kualitas pendidikan dalam RPJMD perlu diperluas agar tidak hanya menekankan pada peningkatan mutu di daerah maju, tetapi juga menyasar wilayah-wilayah rawan buta huruf dan eksklusi pendidikan,” tegas Khusnul.
Ia juga menekankan pentingnya penguatan pendidikan nonformal berbasis kearifan lokal. Menurutnya, guru keaksaraan yang berasal dari komunitas lokal harus diberi pelatihan khusus serta insentif yang layak agar peran mereka bisa maksimal.