Setahun setelahnya, ia pindah ke kediaman keluarga Cock dan sekolah di Neutrale Europeesche Lagere School. Setelah lulus pada 1925, Dorodjatun melanjutkan ke sekolah menengah Hoogere Burgerschool (HBS) Semarang. Sewaktu sekolah di HBS, ia tinggal bersama keluarga sipir penjara Semarang, Voskuil. Namun karena merasa tidak cocok dengan lingkungannya, ia pindah ke HBS Bandung pada 1928. Di Bandung, Dorodjatun tinggal bersama tentara militer Belanda, Letkol De Boer. Namun, sebelum pendidikannya selesai, ia diminta oleh sang ayah untuk belajar ke Belanda. Ia pun berangkat pada Maret 1930 dengan didampingi oleh keluarga Hofland, seorang direktur pabrik gula.
Sesampainya di Belanda, Dorodjatun sekolah di dua lembaga yang berbeda, yakni HBS B dan Stedelijk Gymnasium. Setelah lulus pada 1934, ia pindah ke Leiden dan masuk ke Universitas Leiden mengambil studi Indologi, yakni studi tentang administrasi kolonial, etnologi, dan kesusastraan di Hindia Belanda. Belum sempat menyelesaikan tugas akhirnya, Dorodjatun dipanggil untuk kembali ke Indonesia pada 1939. Menjadi Sultan Yogyakarta Sesampainya di Batavia pada Oktober 1939, Dorodjatun dijemput oleh keluarganya di Pelabuhan Tanjung Priok.
Ia menginap di Hotel Des Indes karena dijadwalkan menghadiri acara makan malam di Istana Gubernur Jenderal Hindia Belanda bersama keluarganya. Baca juga: Biografi Sri Sultan Hamengkubuwono II Saat sedang bersiap, sang ayah menyematkan Keris Kiai Jaka Piturun kepadanya, yang menjadi penanda bahwa ia merupakan pewaris takhta Kesultanan Yogyakarta. Setelah tiga hari di Batavia, Dorodjatun dan keluarganya kembali ke Yogyakarta. Dalam perjalanan, tiba-tiba Sri Sultan Hamengkubuwono VIII jatuh sakit dan tidak sadarkan diri.