SURABAYA, PustakaJC.co - Djoeanda Kartawidjaja merupakan salah satu pahlawan yang berjasa bagi bangsa Indonesia. Nama Djoeanda diabadikan dalam uang kertas hingga menjadi nama bandara di Sidoarjo.
Nama Djoeanda atau Juanda pastinya sudah tidak asing di telinga masyarakat Jawa Timur, khususnya Surabaya dan Sidoarjo. Pasalnya, bandara kebanggaan Jawa Timur menggunakan nama pahlawan nasional ini.
Selain menjadi nama bandara, wajah Djoeanda Kartawidjaja juga diabadikan dalam gambar uang pecahan Rp 50.000 tahun emisi 2016 dan 2022. Bukan tanpa alasan, hal tersebut dilakukan karena jasa besar yang telah ia berikan demi kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Melansir dari laman Dishub Wonogiri, Djoeanda Kartawidjaja lahir pada 14 Januari 1911 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia merupakan anak pertama dari pasangan Raden Kartawidjaja dan Nyi Monat. Pahlawan nasional ini mengawali pendidikannya di Holland Indlandsch School (HIS), tempat ayahnya mengajar.
Kemudian, setelah menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya di HIS, Djoeanda melanjutkan pendidikan ke Europesche Lagere School (ELS) dan Hoogere Burgerschool te Bandoeng (HBS). Setelah menyelesaikan pendidikannya tersebut, ia melanjutkan pendidikan tingginya di ITB dan lulus pada 1933.
Dilansir dari sumber yang sama, Djoeanda Kartawidjaja pernah menjabat sebagai Menteri Perhubungan Indonesia selama dua periode, yaitu pada 2 Oktober 1946-4 Agustus 1949 dan 6 September 1950-30 Juli 1953.
Tak berhenti di situ saja, ia kemudian terpilih menjadi Perdana Menteri Indonesia ke-10 menggantikan Ali Sastroamidjojo pada 9 April 1957. Ia menjabat sebagai perdana menteri selama kurang lebih dua tahun.
Salah satu jasa besar yang Djoeanda berikan demi kedaulatan Indonesia adalah Deklarasi Djoeanda. Dalam peraturan ini, Djoeanda menegaskan kembali wilayah kedaulatan maritim Indonesia yang sebelumnya masih mengikuti peraturan zaman Hindia-Belanda.
Peraturan ini diresmikan menjadi UU No 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Mengutip dari laman resmi Kementerian ESDM Republik Indonesia, Deklarasi Djoeanda menyatakan bahwa laut Indonesia merupakan termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
Djuanda mendeklarasikan Indonesia mengikuti prinsip negara kepulauan (Archipelagic State). Melalui deklarasi tersebut, luas wilayah Indonesia yang sebelumnya 2.027.087 km2, meningkat dua kali lipat menjadi 5.193.250 km2. Sayangnya, saat itu luas wilayah Indonesia tidak mencakup Irian Jaya, karena belum diakui secara internasional.
Melansir sumber yang sama, Djoeanda Kartawidjaja mengembuskan napas terakhir pada 7 November 1963 di Jakarta. Ia meninggal dunia akibat serangan jantung yang menimpanya. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
Berkat jasa yang telah diberikan, pemerintah menetapkan Djoeanda sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Selain itu, namanya juga diabadikan di berbagai fasilitas umum, seperti Bandar Udara Juanda Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur; Stasiun Kereta Api Juanda; nama jalan di Bilangan, Jakarta Pusat; hingga diabadikan di uang pecahan Rp 50.000. (int)