Lihat bagaimana sang ulama harus menghadapi berbagai tantangan, dari pihak kolonial hingga arus tradisionalisme yang enggan menerima pembaruan. Dengan gaya narasi yang mengalir, Aguk menuliskan bagaimana sosok K.H. Abdul Wahid Hasyim bukan hanya seorang pendakwah, melainkan juga seorang visioner yang meretas batasan zaman.
Dalam sebuah bab di dalam buku, Aguk mengisahkan suatu ketika, Kiai Wahid Hasyim bersama beberapa santrinya mendapatkan gangguan dari beberapa orang. Gangguan itu mengusik ketenangan Sang Kiai hingga membuat emosi santri yang semula tenang berubah berarus menimbulkan keinginan untuk melawan. Namun,
“Jangan dilawan,” ujar Kiai Hasyim kepada para santri yang ingin membalas gangguan terhadap pesantren mereka. Dengan tenang, beliau memilih jalan yang lebih arif—jalan ilmu, kesabaran, dan strategi jangka panjang. Kutipan ini menjadi bukti bahwa pemimpin sejati tidak hanya berpikir tentang kemenangan sesaat, tetapi tentang perubahan yang lebih luas dan mendalam.
Namun, apakah kesabaran selalu cukup? Ketika tekanan semakin meningkat, ketika gangguan berubah menjadi ancaman nyata, bagaimana seharusnya seorang ulama bertindak?