Atas produktivitas dan kontribusinya, Prof. Sugiyono menerima berbagai penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), antara lain:
Penulis Buku Metodologi Penelitian Terbanyak (2018)
Penulis Buku Best Seller Terbanyak di Bidang Penelitian (2019)
Pemateri Webinar Tunggal dengan Peserta Terbanyak (2020)
Salah satu fakta menarik: dalam satu tahun, beliau bisa menjual ratusan ribu eksemplar buku, menjadikannya salah satu penulis buku akademik paling laris di Indonesia.
Tak hanya fokus pada dunia pendidikan, Prof. Sugiyono juga dikenal karena aksi sosialnya. Sebagian besar royalti dari penjualan bukunya digunakan untuk membangun masjid di kampung halamannya, Desa Cindaga, Kabupaten Banyumas.
Masjid tersebut diberi nama Masjid Prof. Dr. Sugiyono Rusti—diambil dari nama lengkapnya. Ini menunjukkan bahwa kontribusinya tidak berhenti di ruang kuliah, melainkan juga berdampak langsung bagi masyarakat.
Belakangan muncul perdebatan di beberapa komunitas akademik yang menyarankan untuk “mem-blacklist” buku Sugiyono dari referensi ilmiah. Apa alasannya?
Banyak pengajar mengeluhkan bahwa mahasiswa terlalu bergantung pada satu sumber, yaitu Sugiyono, sehingga mengurangi keberagaman literatur akademik.
Beberapa kritikus menyebutkan bahwa pendekatan metodologinya terlalu umum dan kurang mendalam untuk digunakan dalam riset-riset tingkat tinggi, seperti disertasi doktoral.
Seringkali, mahasiswa mengutip Sugiyono tanpa benar-benar membaca atau memahami konteksnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kutipan hanya menjadi formalitas.
Namun, perlu ditegaskan bahwa masalah ini lebih kepada bagaimana buku digunakan, bukan pada kualitas karya itu sendiri. Buku Sugiyono tetap relevan jika digunakan dengan bijak dan diimbangi dengan referensi lain yang lebih spesifik.