JAKARTA, PustakaJC.co - Dua patung yakkha (dewa) menyambut pengunjung yang bertandang ke Vihara Hemadhiro Mettavati. Di tengah perkampungan Kapuk Raya, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, bangunan vihara itu nampak tinggi gagah dan berkilau keemasan. Sisi kanan dan kiri anak tangga berhias dua ekor naga. Kenampakan bangunan bukan ingin menunjukkan keangkuhan melainkan kehangatan sekaligus semangat toleransi.
Coba tengok ke sebelah kiri bangunan vihara, pengunjung akan mendapati Mushola Yafat bin Mustofa. Ditemui di vihara, Ketua Pengurus Vihara, Romo Asun Gautama bercerita pembangunan musala tidak lepas dari latar belakang Ketua Dewan Pembina Vihara, YM Banthe Khanit Sannano Mahathera.
Sebelum menjadi Buddhis dan meninggalkan keduniawian, YM Banthe Khanit merupakan seorang Muslim.
"Mengingat akan jasa orang tua kemudian dibangun musala. Ini juga menunjukkan kami mencintai toleransi. Apalagi di sini, di Kapuk Raya, kami dikelilingi lima masjid dan tiga musala. Di lingkungan mayoritas Muslim, kami menjunjung tinggi toleransi, (kami bersyukur) kami disambut baik," kata Romo Asun pada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Vihara sekaligus musala baru diresmikan pada 30 Juni 2019. Proses pembangunan sendiri dilakukan sejak 2015 silam.
Barangkali pengunjung merasa asing dengan gaya bangunan yang cukup unik dan berbeda, Romo Asun mengatakan gaya bangunan vihara menganut gaya bangunan Thailand, sebab para guru, majelis, maupun aliran berasal dari Sangha Thailand.
Keberadaan musala di kompleks vihara pun disambut baik oleh masyarakat Kapuk Raya. Tiap Jumat awal bulan, umat Islam mengadakan doa atau dzikir bersama. Untuk jam ibadah pun tidak menemui persoalan berarti.
Kebaktian hanya diselenggarakan Minggu mulai pukul 9 pagi. Untuk anak-anak sekolah Minggu menempati ruang kebaktian di bawah. Sedangkan untuk kebaktian umum berada di Baktisala Utama.
Kegiatan kebaktian tidak akan bentrok dengan kumandang adzan karena sudah selesai sebelum pukul 12 siang.
"Kalau ada kebaktian khusus, misal seperti tadi ada upacara pernikahan, jika ada adzan, kami setop," imbuhnya.
Selama masa pandemi, vihara menerapkan protokol kesehatan ketat dengan penggunaan ruang disinfeksi dan cek suhu badan. Saat ini penggunaan ruang untuk kebaktian pun hanya dibatasi maksimal untuk 50 orang dari kapasitas maksimal 150 orang.
Sementara itu dalam rangka Hari Toleransi Internasional, tentu harapan akan toleransi apalagi di Indonesia makin kuat.
Romo Asun melihat kehidupan umat beragama di Indonesia sudah baik. Namun ini perlu dipertahankan dan terus dipupuk.
"Saya atas nama vihara berharap toleransi di negara kita dipupuk terus, juga nilai-nilai dalam keberagamannya. Saat kita saling menghargai, menghormati, persatuan dan kesatuan terwujud dan bisa mewujudkan cita-cita bangsa yakni keadilan sosial untuk semua," katanya mantap. (int)