Ngaji Dulu, Makan Belakangan, Tradisi Unik Santri Mambaus Sholihin Saat Berbuka

bumi pesantren | 20 Maret 2025 13:07

 

"Puasa awam itu hanya menahan diri dari makan dan minum. Puasa khusus itu menahan anggota tubuh dari maksiat. Nah, puasa khususul khusus, ini yang paling tinggi, yaitu menjaga hati dari segala hal selain Allah."

 

Faris kembali menyambung dengan hadis:

إِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ

 

"Jika salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, maka janganlah ia berkata kotor dan bertengkar. Jika ada yang mencelanya atau mengajaknya bertengkar, hendaklah ia mengatakan, 'Saya sedang berpuasa.'" (HR. Bukhari & Muslim)

 

Fasya manggut-manggut. "Jadi puasa itu bukan sekadar ibadah fisik, tapi ibadah hati juga?"

 

Firhad tersenyum lebar. "Tepat! Puasa yang benar itu seperti latihan spiritual. Kita gak cuma berhenti makan, tapi juga berhenti dari segala hal yang bisa merusak jiwa."

 

Adzan Maghrib berkumandang, menandakan waktu berbuka. Para santri mulai menyantap hidangan dengan penuh kesyukuran. Di Pondok Mambaus Sholihin, berbuka puasa bukan hanya tentang kenyang, tetapi juga tentang menambah ilmu dan memperkuat iman. Sebuah tradisi yang mengajarkan bahwa perut bisa menunggu, tapi hati harus selalu terisi.