JAKARTA,PustakaJC.co - Pada masa kolonial, Nahdlatul Ulama (NU) tidak hanya menggelar acara di masjid atau pesantren, tetapi juga memilih bioskop sebagai tempat berkumpul dan berdiskusi. Dalam suasana yang penuh tantangan, bioskop menjadi ruang alternatif untuk menyebarkan pesan keagamaan dan memperkenalkan organisasi kepada masyarakat. Inilah kisah tentang peran bioskop dalam sejarah NU yang jarang diketahui.
Pada tahun 1930-an, Nahdlatul Ulama (NU) yang tengah berkembang sebagai organisasi keagamaan, memilih cara yang unik untuk memperkenalkan diri ke masyarakat menggelar acara di bioskop. Seperti yang tercatat dalam sejarah, NU Cabang Serang mengadakan acara bertajuk Nachdatoel ‘Oelama Serang pada 1935 di bioskop Banten Park, sebuah langkah yang menarik perhatian publik kala itu. Bahkan, bioskop Victoria di Sukamandi, Subang, juga menjadi tempat rapat besar yang dihadiri oleh hampir 400 orang, termasuk tokoh-tokoh NU, seperti dilansir dari nu.or.id, Sabtu (22/3/2025).
Menurut Abdullah Alawi, penulis buku Pemuda Nahdoh, acara tersebut adalah bagian dari upaya NU untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas, di luar komunitas pesantren dan masjid yang pada waktu itu sangat terbatas. “Tempat seperti bioskop memberi nuansa baru untuk memperkenalkan NU. Ini juga menunjukkan bahwa NU berani beradaptasi dengan perkembangan zaman," ujar Alawi.
Meski banyak yang menganggap bioskop sebagai tempat yang identik dengan hiburan, NU pada masa itu justru memanfaatkannya sebagai ruang untuk berdakwah. Di acara-acara tersebut, pembacaan Al-Qur'an, ceramah tentang sejarah Islam, dan nilai-nilai keagamaan disampaikan. Acara tersebut bahkan dipandu oleh tokoh-tokoh besar NU seperti KH Zainul Arifin, yang menjelaskan lebih dalam tentang sejarah dan perjuangan NU.
Namun, pemilihan bioskop sebagai tempat acara menimbulkan pertanyaan. Mengapa tidak mengadakan acara di pesantren atau masjid? Sejarah mencatat bahwa muktamar awal NU, antara 1926 hingga 1932, tidak dilaksanakan di pesantren atau masjid. Tempat yang lebih terbuka seperti hotel sering digunakan untuk pertemuan besar. Sebagian besar cabang NU juga tidak memiliki fasilitas yang memadai di awal berdirinya. Oleh karena itu, bioskop menjadi pilihan praktis yang juga bisa menjangkau audiens yang lebih banyak.
Langkah NU menggelar acara di bioskop menunjukkan bagaimana organisasi ini menanggapi tantangan zaman dan tetap berkomunikasi dengan masyarakat, meskipun dihadapkan dengan keterbatasan. Inilah bukti bahwa NU sejak awal sudah memahami pentingnya strategi dalam menyebarkan pesan keagamaan dan memperkenalkan identitas mereka kepada publik. (ivan)