Hamzah menegaskan bahwa menulis bukanlah hal asing bagi kalangan pesantren.
“KH Mahfudz Shiddiq merupakan rawi a’la yang pertama menulis di majalah NU menggunakan bahasa Indonesia. Jadi, menulis itu punya sanad,” jelasnya.
Dalam sesi tanya jawab, beberapa santri menyampaikan keresahan mereka yang belum akrab dengan teknologi. Namun Hamzah menegaskan, keterbatasan bukanlah halangan untuk menulis. Ia bahkan mengisahkan perjalanan menulis buku-buku humor yang sempat diragukan oleh rekannya. Menurutnya, dakwah melalui humor juga bagian dari kebijaksanaan.