SURABAYA, PustakaJC.co - Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Pondok Pesantren Anak-Anak Muhyiddin berlangsung khidmat dan penuh makna. Dengan tema “Dengan Cinta Rasulullah, Kita Perkuat Ukhuwah Demi Indonesia yang Rukun dan Damai”, acara ini diikuti para santri mukim, santri kampung MTs dan MA Muhyiddin, serta para guru baik ustadz maupun ustadzah. Jumat, (5/9/2025).
Pengasuh Pondok Pesantren Anak-Anak Muhyiddin, KH. M. Hasan Badri, menjelaskan bahwa tradisi Maulid Nabi muncul setelah dua hingga tiga abad pasca wafatnya Rasulullah SAW. Pada masa Nabi dan sahabat, Maulid memang belum ada, sebab umat masih bisa merasakan kehadiran baginda Nabi Muhammad SAW secara langsung.
“Bahkan disebutkan, siapa saja yang berada dalam radius lima kilometer dapat merasakan aroma wangi Nabi. Barang siapa yang merasakannya, meski tidak bertemu langsung, tetap mendapat jaminan rahmat Allah,” ungkap KH. Hasan Badri.
Setelah Nabi wafat, generasi sahabat menjaga umat dengan kealiman dan ketakwaan mereka. Namun seiring berjalannya waktu, sekitar 200–300 tahun kemudian, mulai timbul perselisihan dan sebagian umat kehilangan kedekatan spiritual dengan Rasulullah. Para ulama kemudian menyusun peringatan Maulid dalam bentuk syair, sholawat, dan pembacaan kitab seperti Diba’ agar ingatan kepada Nabi tetap hidup di hati umat.
KH. Hasan Badri menganalogikan Maulid Nabi dengan pembacaan teks Proklamasi setiap 17 Agustus atau Pancasila pada upacara kenegaraan.
“Kalau tidak dibacakan, bangsa bisa lupa dengan sejarah dan jati dirinya. Begitu juga dengan Maulid Nabi, supaya umat tidak lupa kepada Rasulullah,” ujarnya.