SURABAYA, PustakaJC.co - Banyak nilai sosial yang bergeser, masyarakat kian individualis, dan ruang kebersamaan semakin sempit. Namun, justru di tengah realitas inilah kita menemukan alasan-alasan yang benar-benar layak dibanggakan.
Bukan dari hal-hal yang muluk atau dibesar-besarkan, tapi dari hal-hal biasa yang memberikan dampak luar biasa. Berikut adalah 16 alasanku bangga menjadi orang Indonesia, berdasarkan contoh nyata yang masih bertahan, berkembang, dan berdampak positif di tengah tantangan zaman.
1. UMKM Bertahan Lewat Adaptasi Digital
Pada tahun 2024, Kementerian Komunikasi dan Informatika meluncurkan program "UMKM Level Up" untuk membantu pelaku usaha kecil dan menengah mengadopsi teknologi digital.
Program ini memberikan pelatihan dan pendampingan kepada UMKM di berbagai sektor, seperti makanan dan minuman, fashion, kerajinan, dan kosmetik, guna meningkatkan daya saing mereka di era digital.
2. Komunitas Literasi Jalanan Masih Tumbuh
Di berbagai kota di Indonesia, komunitas literasi jalanan terus berkembang. Misalnya, di Yogyakarta, komunitas "Buku Berjalan" aktif membagikan buku ke anak-anak di perkampungan pinggiran menggunakan motor modifikasi. Inisiatif semacam ini memberikan akses literasi kepada masyarakat yang membutuhkan.
3. Kurir dan Driver Online Jadi Tulang Punggung Ekonomi Baru
Pekerja informal, termasuk kurir dan driver online, memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2024, jumlah pekerja informal mencapai 84,13 juta orang atau 59,17% dari total penduduk yang bekerja. Mereka menjadi tulang punggung ekonomi, meskipun seringkali tanpa jaminan sosial.
4. Seniman Jalanan yang Menyuarakan Realita Sosial
Seniman jalanan di berbagai kota Indonesia menggunakan mural dan seni jalanan untuk menyuarakan isu-isu sosial. Misalnya, di Tangerang, mural bertema "Wabah = Oligarki" menjadi simbol kritik terhadap ketimpangan sosial. Seni menjadi media ekspresi yang kuat dan mudah diakses oleh masyarakat.
5. Anak Muda Pulang Kampung, Bangun Desa
Banyak anak muda memilih kembali ke desa untuk membangun komunitas dan ekonomi lokal. Contohnya, di Ciamis, Jawa Barat, Yayasan Pojok Rakyat Nusantara mengajak mahasiswa mengembangkan komoditas dari tanaman endemik melalui pendekatan agroekologi, menciptakan ekosistem desa yang produktif dan berkelanjutan.
6. Ruang Kolektif dan Komunitas Kembali Tumbuh
Ruang kolektif seperti "Gudskul" di Jakarta dan "Bale Buku" di Tasikmalaya menjadi tempat bagi anak muda untuk berkumpul, berdiskusi, dan berkolaborasi. Mereka menciptakan ruang alternatif untuk belajar dan berbagi di tengah keterbatasan ruang publik.
7. Media Alternatif yang Tetap Kritis dan Independen
Media alternatif seperti Project Multatuli, Konde.co, dan Remotivi terus menyuarakan isu-isu yang jarang diangkat oleh media arus utama. Mereka menjaga marwah jurnalisme dengan menyajikan informasi yang kritis dan independen.
8. Gerakan Donasi Tanpa Sponsor
Komunitas seperti Sedekah Rombongan bergerak tanpa sponsor besar, mengandalkan donasi dari masyarakat untuk membantu pasien tidak mampu mendapatkan akses layanan kesehatan. Gerakan ini menunjukkan kekuatan solidaritas masyarakat.
9. Respons Cepat Masyarakat Saat Bencana
Saat terjadi bencana, masyarakat Indonesia menunjukkan solidaritas yang tinggi. Contohnya, saat erupsi Gunung Semeru, komunitas relawan bergerak cepat mengumpulkan dan mendistribusikan bantuan kepada korban bencana tanpa menunggu instruksi dari pemerintah.
10. Bank Sampah dan Tukar Sampah Jadi Uang
Di Malang, Bank Sampah Induk Malang melibatkan ribuan warga dalam menabung sampah yang ditukar dengan uang atau sembako. Program ini menekan volume sampah dan memberi penghasilan tambahan.
11. Anak Muda Lebih Sadar Isu Lingkungan
Survei Greenpeace Indonesia pada awal 2024 menunjukkan bahwa mayoritas anak muda Indonesia mendesak pemerintah untuk segera beralih ke ekonomi hijau. Mereka menyoroti isu-isu seperti pengelolaan sampah rumah tangga, cuaca ekstrem akibat krisis iklim, dan polusi udara sebagai perhatian utama.
12. Inisiatif Air Bersih Komunitas
Di Nusa Tenggara Timur, warga desa Mamar di Atambua menggali sumur dan membangun tandon air bersama, dibantu LSM lokal. Air bersih yang dulunya langka kini bisa diakses tanpa harus berjalan 5 km.
13. Pekerja Informal Tetap Inovatif
Pekerja informal seperti tukang parkir dan pedagang asongan terus berinovasi untuk bertahan hidup. Mereka menggabungkan berbagai pekerjaan dan memanfaatkan teknologi sederhana untuk meningkatkan pendapatan mereka.
14. Kopi Lokal Jadi Simbol Kebangkitan Desa
Di Kintamani, petani kopi kini ekspor langsung ke luar negeri tanpa tengkulak, dibantu oleh koperasi digital. Budaya ngopi lokal bukan hanya gaya hidup, tapi penyambung hidup petani kecil.
15. Urban Farming di Kota-Kota Besar
Di Jakarta Timur, Kampung Akuarium yang dulu digusur, kini punya kebun hidroponik hasil kerja ibu-ibu. Mereka menjual sayur langsung ke warga sekitar, mandiri secara pangan.
16. Orang-Orang Baik yang Tidak Viral, Tapi Nyata
Di balik layar media sosial, masih banyak orang biasa yang rutin berbagi makanan, membantu tetangga, atau mengajar di pelosok tanpa pamrih. Mereka mungkin tidak dikenal, tapi tindakan kecil mereka memberi dampak besar. Inilah wajah Indonesia yang sesungguhnya, penuh keikhlasan, tanpa butuh sorotan.
Menjadi orang Indonesia hari ini bukan soal menyembunyikan masalah. Kita tahu: korupsi masih ada, kesenjangan semakin lebar, dan nilai sosial mulai tergerus. Tapi justru karena itulah, apa yang masih bertahan dari tangan warga biasa, dari ruang kecil, dari aksi diam-diam menjadi alasan paling kuat untuk tetap bangga.
Optimisme itu bukan euforia, tapi keyakinan bahwa masih ada yang bisa dijaga dan diperjuangkan. (int)