SURABAYA, PustakaJC.co - Perkembangan teknologi telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam cara orang tua mendidik anak.
Jika dulu orang tua hanya perlu mengawasi apa yang anak tonton di televisi atau dengan siapa mereka bermain, kini mereka juga perlu memahami dunia digital yang tak kasat mata—media sosial, YouTube, gim daring, hingga algoritma yang bekerja di balik layar.
Namun, daripada melihatnya sebagai ancaman, era digital juga membuka peluang baru bagi orang tua untuk mendidik anak secara lebih efektif dan menyenangkan. Parenting zaman now bukan soal menjauhkan anak dari teknologi, tetapi mendampingi mereka menjelajahi dunia digital dengan bijak.
Sebagian besar orang tua generasi sebelumnya cenderung membatasi akses anak terhadap teknologi. Namun, pendekatan tersebut kini kurang relevan. Anak-anak zaman sekarang, terutama generasi Alpha, lahir dalam lingkungan yang serba digital. Mereka cepat beradaptasi dengan gawai, bahkan sebelum bisa membaca dengan lancar.
Melarang anak menggunakan teknologi justru bisa membuat mereka tertinggal dan kehilangan peluang untuk belajar secara interaktif.
Oleh karena itu, pendekatan yang lebih tepat adalah pendampingan, bukan pelarangan. Orang tua perlu menjadi teman digital anak—mengawasi, membimbing, sekaligus ikut belajar bersama.
Salah satu hal penting dalam pola asuh digital adalah mengajarkan literasi digital sejak dini. Literasi digital bukan hanya soal cara menggunakan perangkat, tetapi juga kemampuan berpikir kritis dalam menyaring informasi, memahami etika berinternet, serta menjaga keamanan dan privasi di dunia maya.
Program literasi digital nasional yang diinisiasi oleh Kementerian Kominfo menjadi salah satu langkah maju dalam membekali masyarakat, termasuk anak-anak dan orang tua, dengan keterampilan ini.
Dengan literasi digital yang baik, anak-anak Indonesia tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga bisa tumbuh sebagai pencipta teknologi—mereka yang kreatif, inovatif, dan punya nilai tambah bagi bangsa.
Kini, banyak aplikasi edukasi dan media pembelajaran interaktif yang bisa diakses dari rumah. Tak hanya itu, media sosial pun bisa menjadi sarana belajar jika digunakan dengan benar. Banyak akun edukatif di Instagram, TikTok, dan YouTube yang menghadirkan konten menarik tentang sains, budaya, hingga keterampilan hidup.
Tentu saja, semua ini perlu diawasi oleh orang tua agar anak tetap terpapar pada konten yang positif dan sesuai usianya.
Di tengah kecanggihan teknologi, nilai-nilai dasar keluarga tetap menjadi pilar utama dalam membentuk karakter anak. Momen-momen seperti makan bersama tanpa gawai, ngobrol ringan sebelum tidur, atau bermain bersama di taman tetap tak tergantikan oleh layar digital.
Teknologi seharusnya menjadi alat bantu, bukan pengganti interaksi manusia. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk tetap menciptakan ruang tanpa teknologi agar kedekatan emosional dengan anak tetap terjaga.
Mengasuh anak di era digital memang membutuhkan usaha lebih. Namun, dengan keterbukaan, edukasi, dan kolaborasi antara orang tua, sekolah, dan masyarakat, tantangan ini bisa diubah menjadi peluang.
Anak-anak Indonesia punya potensi besar untuk tumbuh sebagai generasi yang cerdas, kreatif, dan berdaya saing global. Tugas kita bersama adalah memastikan mereka memiliki pondasi yang kuat—baik dari segi karakter, etika, maupun keterampilan digital. Di era yang terus berubah, peran orang tua bukan hanya sebagai pelindung, tapi juga sebagai pembimbing yang tumbuh dan belajar bersama anak. (int)