Sebagai kudapan yang sering hadir dalam sebuah acara pernikahan adat Jawa, wajik ketan mengandung filosofi dan doa yang mendalam. Dijelaskan pada laman Narasi Inspirasi, bahwa wajik mengandung makna ‘wajib utawi wani tumindak becik’ yang artinya ‘wajib atau berani untuk melakukan kebaikan’. Ketan yang bertekstur lengket melambangkan eratnya suatu hubungan. Santan atau yang dalam bahasa Jawa disebut santen memiliki makna ‘sagete paring pangapunten’. Dengan begitu, penggunaan santan pada wajik ketan melambangkan sebuah harapan agar menjadi orang yang pemaaf, memiliki sifat welas asih, dan tidak mudah dendam. Sedangkan, gula Jawa yang identik dengan rasa manis mengandung doa agar hubungan yang dijalin selalu harmonis dan manis layaknya gula Jawa.
Jadi, penyajian wajik ketan sebagai hantaran maupun sebagai sajian pada hajat pernikahan menjadi simbol pengharapan agar pengantin selalu bertindak baik, memiliki hubungan yang erat satu sama lain, serta kehidupan rumah tangganya selalu harmonis dan langgeng.
Apabila dilihat dari proses pembuatan wajik ketan yang memakan waktu cukup lama dan membutuhkan banyak kesabaran, hal ini menjadi gambaran agar pasangan yang sudah menikah tidak mudah menyerah dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Lebih lanjut, pembuatan wajik ketan biasanya tidak hanya dilakukan oleh satu orang saja, melainkan dilakukan secara bergotong royong. Hal ini dikarenakan wajik yang dibuat umumnya berjumlah besar sehingga akan menguras banyak tenaga. Kerja sama dalam proses pembuatan wajik tersebut menjadi cerminan dan juga harapan agar pengantin senantiasa bekerja sama satu sama lain dalam kehidupan rumah tangga mereka.