SURABAYA, PustakaJC.co - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan bahwa besaran realisasi belanja nasional lebih tinggi dibanding realisasi belanja daerah, yaitu 76 persen berbanding 62 persen. Oleh karena itu, Jokowi memerintahkan kepada para kepala daerah untuk segera merealisasikan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) guna mengungkit pertumbuhan ekonomi daerah.
Berdasarkan data dari Menteri Keuangan, hingga akhir Oktober 2022 dana pemerintah daerah yang mengendap di perbankan mencapai Rp278,83 triliun. Presiden menyampaikan, realisasi dari dana tersebut akan memicu perekonomian daerah di tengah situasi yang sulit saat ini.
Presiden menyampaikan, ia telah memerintahkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk melakukan pengecekan terkait belum terealisasinya anggaran di daerah tersebut. Dana yang tersimpan tersebut bahkan lebih besar dari periode sebelumnya di tahun lalu yang hanya kisaran Rp210-220 triliun.
“Memang realisasi biasanya di akhir tahun, di Desember, tapi ini ndak. Kita bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya ini sudah melompat tinggi sekali. Ini cost of money kayak gini, biaya uang itu gede banget. Kalau caranya kita enggak ngerti bahwa ini ada biayanya,” ujarnya.
Terkait realisasi anggaran tersebut, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Adhy Karyono menyampaikan bahwa pengendapan yang disampaikan Presiden adalah secara nasional baik APBN maupun APBD. Untuk Pemerintah Provinsi Jawa Timur sendiri realiassi belanja sudah pada angka 77,69 % (data per tanggal 25 november 2022.)
"APBD Prov. Jawa Timur 2022 sebesar Rp 30 Triliun adalah anggaran Provinsi terbesar kedua setelah DKI,"
Karena itu kata Adhy Karyono, Jatim masuk rangking 4 penyerapan anggaran tercepat dari seuruh provinsi. Sedangkan pendapatan yang masuk per hari ini 94,03 % penyerapan uang masuk sangat optimal.
Untuk se Jawa Timur, sambungnya, pihaknya melihat rata-rata penyerapan masih relatif normal apalagi dengan penyerapan pendapatan optimal juga karena jumlah kabupaten/kota yang berjumla ada 38, maka jumlah yang belum realilasi jadi relatif besar dibandingkan provinsi yang memiliki kab kota lebih sedikit.
Mantan staf ahli Kemensos RI ini merinci, beberapa hal yang menyebabkan penyerapan anggaran masih belum mendekati diatas 90 %. Yang pertama ada komponen belanja program berupa belanja modal yang bersifat kontraktual yang akan selesai di akhir tahun. Kedua, karena ada tambahan anggaran perubahan pada PAPBD sebesar 810 milyar sehingga memerlukan waktu perhatian sendiri.
Kemudian, adanya Dana Cadangan yang dititipkan di belanja tak terduga yang belum digunakan pada tahun, serta adanya efisiensi dari pelaksanaan program kegiatan.
Terkait detail tiap OPD, Adhy menjelaskan bahwa hal itu merupakan kewenangan tiap OPD. "Itu adalah prosentase total terlalu rijit Kalau setiap OPD masing-masing karakter program dan anggaranya berbeda," pungkasnya. (ayu)