Ia turut mengkritisi lambatnya implementasi teknologi modern dalam pengolahan sampah, seperti RDF (Refuse Derived Fuel) dan WtE (Waste to Energy), yang masih sebatas perencanaan. Ia mendorong agar Pemprov segera merealisasikan pembiayaan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) maupun WtE melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Selain itu, kata Agus, keterbatasan kapasitas TPA di berbagai daerah perlu segera diatasi. “TPA di daerah pemilihan saya perlu ditambah sesuai penyebarannya, seperti di Ngawi dan Ponorogo yang mendesak untuk ditingkatkan,” katanya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya peningkatan kesadaran masyarakat dalam memilah sampah sejak dari sumber. Menurutnya, hal tersebut dapat didorong lewat regulasi, pemberian insentif, serta penguatan peran bank sampah. Tak hanya itu, ia menyarankan pengembangan ekosistem perdagangan karbon (carbon trading) dan penyediaan insinerator skala kecil di tingkat desa atau kelurahan.
Agus mengingatkan bahwa persoalan sampah bukan semata berdampak pada lingkungan, tetapi juga menyentuh aspek kesehatan, ekonomi berkelanjutan, hingga reputasi peradaban suatu daerah. (nov)