Senada dengan itu, Ketua Asosiasi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia (AGBSI), Setio Wawan Adiatma, menyampaikan model kolaborasi formal yang dirancang oleh Kemendikdasmen guna memastikan keterlibatan aktif para guru Bahasa Indonesia dalam implementasi Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 2 Tahun 2025. Ia menekankan pentingnya peran organisasi profesi guru sebagai mitra kerja strategis di wilayah masing-masing untuk mendorong pelaksanaan kebijakan yang lebih efektif, kontekstual, dan berkelanjutan. Menurutnya, pelibatan guru secara langsung akan memberdayakan mereka sebagai agen perubahan dalam menegakkan martabat serta mengembangkan kegiatan kebahasaan dan kesastraan Indonesia di daerah.
“Kami dari organisasi sebagai mitra kerja di wilayah kami masing-masing siap berkolaborasi. Hal ini untuk memastikan implementasi kebijakan yang lebih efektif, kontekstual, dan bisa memperdayakan guru sebagai agen perubahan dalam menegakkan martabat dan kegiatan bahasa Indonesia di daerah,” tegas Setiawan Adiatma.
Di sisi lain, Ketua MGMP Jakarta Timur, Foy Ario, menyoroti permasalahan kekurangan tenaga pengajar di sekolah yang menyebabkan banyak guru, khususnya guru Bahasa Indonesia, harus mengajar sebanyak 36 hingga 45 jam pelajaran (JP) per minggu. Kondisi ini diperburuk oleh tingginya jumlah guru yang akan memasuki masa pensiun. Ia menegaskan bahwa peran guru Bahasa Indonesia melalui pemberdayaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia sangatlah penting, terutama dalam menanamkan dan mengajarkan keterampilan berbahasa kepada peserta didik. Ia berharap ke depannya pemerintah dapat terus memberikan dukungan terhadap MGMP, baik dalam bentuk fasilitasi penyediaan narasumber yang kompeten, maupun akses terhadap bahan ajar yang lebih beragam dan sesuai dengan kebutuhan zaman.
“Badan Bahasa telah banyak memberikan masukan terkait bahan bacaan untuk siswa, terutama melalui penyediaan buku bacaan. Namun, saat ingin mengakses bahan-bahan tersebut masih terkendala oleh keterbatasan jaringan internet di sejumlah wilayah. Selain itu, peserta didik mulai merasa jenuh dengan bacaan yang didominasi oleh cerita rakyat. MGMP mengharapkan bahan bacaan yang lebih variatif bagi anak modern,” ujar Foy Ario.