KH M. Zen Syukri

Ulama Karismatik yang Membawa NU Berkembang di Sumatera Selatan

tokoh | 24 Maret 2025 14:40

Ulama Karismatik yang Membawa NU Berkembang di Sumatera Selatan
KH M. Zen Syukri, beliau adalah sosok ulama asal Palembang, Sumatera Selatan, telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam perkembangan dakwah NU di wilayah Sumatera (dok istimewa)

PALEMBANG, PustakaJC.co - KH M. Zen Syukri, sosok ulama asal Palembang, Sumatera Selatan, telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam perkembangan dakwah NU di wilayah Sumatera bagian selatan. Kiprah beliau sebagai mursyid tarekat Sammaniyyah, anggota DPR, dan tokoh sentral di Nahdlatul Ulama membuat namanya tak hanya dikenal di Palembang, tapi juga di seluruh Indonesia. Namun, di balik kisah suksesnya, ada perjalanan hidup penuh tantangan yang patut dicontoh oleh generasi muda.

 KH M. Zen Syukri adalah sosok yang tak hanya terkenal di kalangan Nahdliyyin, tetapi juga di masyarakat umum sebagai ulama yang karismatik dan penuh dedikasi. Lahir pada 10 Oktober 1919 di Palembang, beliau adalah putra bungsu dari pasangan KH Hasan Syakur dan Hj. Solha binti Syekh Muhammad Azhari.

 

Dengan latar belakang pendidikan yang kuat dan kecintaan yang mendalam pada agama, beliau merintis perjalanan dakwah sejak usia muda. Pada tahun 1935, meski mendapat ejekan dari masyarakat, Zen Syukri memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya menuju Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang. Di sana, beliau belajar di bawah bimbingan Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari, tokoh besar Nahdlatul Ulama, dilansir dari nu.or.id pada senin, (24/3/2025).

Kisah beliau saat nyantri di Tebuireng cukup menggugah. Uang sakunya yang terbatas tidak menghalanginya untuk mendalami ilmu agama. Zen Syukri rela menyalin kitab-kitab yang dipinjam dari teman-temannya di malam hari, bahkan menjadi khadim di pondok tersebut. Begitu besar perhatian yang diberikan oleh Hadratussyekh, hingga beliau sering diajak untuk mengisi pengajian keliling.

 

Pesan dari Sang Guru, “Namamu hanya Muhammad Zen Syukri, tanpa gelar apa-apa, hanya gelar Abdullah (hamba Allah), yang patut diharapkan dari Allah,” menjadi prinsip hidup yang terus dipegangnya. Sepulangnya ke Palembang pada tahun 1939, beliau segera mengembangkan ajaran Ahlusunnah wal Jamaah dan memperkenalkan Nahdlatul Ulama kepada masyarakat Sumatera Selatan.

 

Posisi-Populer yang Dipegang yakni Sekretaris PCNU Palembang (1940), Ketua Tanfidziyah PCNU Palembang (1943), Rais Syuriyah PCNU Palembang (1962, 1966), Rais Syuriyah PWNU Sumatera Selatan (1984-1999), Mustasyar PBNU (2007)

 

KH M. Zen Syukri bukan hanya seorang ulama, tapi juga seorang pejuang organisasi. Di tahun 1952, rumah beliau menjadi lokasi Muktamar ke-19 PBNU yang penting dalam sejarah NU. Sebagai tokoh sentral, beliau turut andil dalam keputusan penting untuk memisahkan NU dari Masyumi, sebuah langkah yang mengukuhkan NU sebagai partai yang berdiri sendiri.

Selama hidupnya, beliau juga menyaksikan dan berperan dalam peristiwa-peristiwa besar dalam NU, seperti Muktamar ke-27 PBNU di Situbondo yang mengukuhkan kembali komitmen NU pada Pancasila sebagai azas tunggal.

 

Di usia senjanya, KH M. Zen Syukri mendirikan Pondok Pesantren Muqimus Sunnah pada 29 Desember 2008, yang menjadi tempat bagi umat untuk menimba ilmu agama. Namun, pada 22 Maret 2012, dunia dakwah kehilangan seorang sosok besar ketika KH M. Zen Syukri menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit, dikelilingi oleh para murid dan keluarga.

Kata-Kata Terakhir Sebelum wafat, beliau meminta muridnya untuk membaca Al-Quran. “Bacakan Al-Quran untuk saya,” ujarnya. Ketika bacaan sampai pada ayat 156 Surah al-Baqarah, nafas terakhir beliau pun terhembus.

 

Kepergian KH M. Zen Syukri meninggalkan kekosongan besar, namun warisan dakwah dan perjuangannya tetap hidup di hati umat. Iringan jenazah beliau yang besar, yang menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah Kota Palembang, adalah bukti nyata betapa besar cinta masyarakat kepada sosok yang dicintai umat ini.

Kini, Pondok Pesantren Muqimus Sunnah menjadi saksi bisu perjalanan panjang seorang ulama yang tidak hanya mencintai umat, tapi juga menjadi teladan bagi mereka yang ingin menimba ilmu dan mengabdi kepada agama. Selamat jalan, Aba Zen. Semoga perjuanganmu terus menginspirasi generasi mendatang. (ivan)