SURABAYA, PustakaJC.co - Tak semua pahlawan berdiri di panggung utama. Di balik teks Proklamasi 17 Agustus 1945, ada tangan seorang wartawan-pejuang bernama Sayuti Melik. Lelaki asal Sleman ini bukan sekadar “tukang ketik”, tapi sosok yang hidupnya penuh pengorbanan demi kemerdekaan.
Mohammad Ibnu Sayuti atau lebih dikenal dengan nama Sayuti Melik, lahir di Sleman pada 1908. Namanya melekat dalam sejarah Indonesia sebagai pengetik naskah Proklamasi yang ditulis Sukarno dan Hatta. Namun perannya jauh lebih besar dari sekadar mengetik.
Sejak muda, Sayuti aktif dalam pergerakan buruh. Usianya baru 15 tahun saat ikut menyebar pamflet protes pemangkasan gaji buruh di Solo. Ia sempat berhadapan dengan polisi, tapi tak ditangkap karena dianggap masih anak-anak. “Saya mendongkol (karena tidak ditangkap polisi). Saya sudah merasa jadi pimpinan, kok Cuma dipanggil gus (cah bagus: anak kecil laki-laki) saja,” kenangnya dalam wawancara dengan Majalah Minggu Pagi tahun 1951, dikutip Historia.id.