Karier akademiknya berkembang pesat. Ia mengajar di berbagai madrasah pemerintah hingga dipercaya memimpin Madrasah Mu’allimin di Fayum. Pada 1916, Al-Maraghi menjadi dosen tamu di fakultas filial al-Azhar di Khartoum, Sudan. Setahun kemudian, ia diangkat sebagai Guru Besar Syariat Islam dan Bahasa Arab di Gordon Memorial College—lembaga yang kelak berkembang menjadi University of Khartoum.
Pada 1921, ia kembali ke Mesir dan mengajar di Darul ‘Ulum sebagai Guru Besar Bahasa Arab dan Syariat Islam. Ia juga mengampu mata kuliah Balaghah di Fakultas Bahasa Arab al-Azhar. Dari tangan dinginnya lahir banyak ulama dan cendekiawan yang kelak berperan penting di dunia keilmuan.
Selain kiprah pendidikan, pemikiran Al-Maraghi tentang akal juga menarik perhatian. Ia menilai akal sebagai salah satu bentuk hidayah Allah kepada manusia. Menurutnya, akal mampu mengenali keberadaan Tuhan dan kehidupan akhirat, tetapi memiliki keterbatasan dalam menentukan kewajiban manusia terhadap Allah serta hakikat kebahagiaan sejati. Oleh karena itu, manusia tetap membutuhkan petunjuk agama. Pemikiran ini banyak ia jelaskan dalam Tafsir Al-Maraghi.