KH Miftachul Akhyar: Ketenangan dalam Ibadah Bukan Tujuan, Melainkan Jalan Menuju Ridha

bumi pesantren | 10 Mei 2025 19:25

KH Miftachul Akhyar: Ketenangan dalam Ibadah Bukan Tujuan, Melainkan Jalan Menuju Ridha
Tangkapan layar video Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar mengisi pengajian Kitab Syarh Al-Hikam di Pondok Pesantren Miftachus Sunnah.

SURABAYA, PustakaJC.co - Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar mengupas makna mendalam tentang ketenangan dalam beribadah dalam pengajian rutin ba’da Shalat Jumat, di Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Surabaya. Dalam kajian Kitab Syarh Al-Hikam, beliau menjelaskan bahwa ketenangan (halawah) dalam ibadah seringkali diharapkan oleh banyak orang, namun bagi mereka yang mencapai maqam makrifat, ketenangan bukanlah tujuan utama. Jumat, (9/5/2025).

 

“Kita semua berharap ibadah kita tenang, nyaman, ada halawah. Tapi ketahui bahwa rasa tenang itu masih bisa menjadi bagian dari nafsu, masih ada haddun nafsi (kendali diri yang didorong hawa nafsu),” ujar Kiai Miftach, Dilansir dari nu.or.id, Sabtu, (10/5/2025).

Beliau menjelaskan, orang makrifat memandang ketenangan sebagai sarana untuk melanjutkan ibadah, bukan sebagai tujuan akhir. Jika seseorang berhenti hanya karena merasa “sudah enak” dalam ibadah, maka ia berpotensi tergelincir.

“Kalau orang sudah sampai maqam makrifat, tidak ada rasa tenang yang muncul dari dirinya, yang ada hanyalah ridha. Rasa tenang hanya akan berarti bila digunakan sebagai bahan bakar untuk melanjutkan ibadah kepada Allah,” lanjut kiai yang akrab di panggil Abuya itu.

Dalam pemaparannya, Kiai Miftach mengutip pandangan ulama sufi Syekh Ismail bin Nujaid yang mengatakan bahwa rasa manis dalam ibadah adalah isyarat agar seseorang terus melangkah dalam ketaatan.

“Oleh karena itu, manakala kita menemukan sebuah ibadah kok ada rasa manis (di hati), jangan berhenti dengan rasa manis itu. Alhamdulillah tadi kok wiridku enak. Wah berarti ini saya disuruh terus langsung,” kata beliau menirukan ucapan ulama sufi tersebut.

Lebih lanjut, Kiai Miftach mengingatkan bahwa banyak orang terhenti di tengah jalan spiritualnya karena mengira sudah mencapai tujuan.

 

“Banyak orang yang tidak sampai jalannya, kena begal di tengah jalan oleh nafsu dan syaitan dengan rasa manis dan halawah itu tadi. Dikiranya sudah nyampe, padahal masih jauh,” jelas Rais amm NU.

Menurut Kiai Miftach, ketenangan sejati baru akan dirasakan sepenuhnya di akhirat, sementara di dunia, ketenangan hanya menjadi alat bantu untuk meningkatkan kualitas ibadah.

“Karena apa, nanti ada tempat yang kita akan tenang, tenang yang sesungguhnya, nikmat yang sesungguhnya, kaya yang sesungguhnya. Diturunkan bukan di sini. Ini yang perlu kita pegangi,” tandas Pengasuh pondok Miftahus Sunnah ini.

Dengan uraian yang mendalam dan penuh hikmah, KH Miftachul Akhyar mengajak umat Islam untuk tidak sekadar mencari rasa tenang dalam ibadah, tetapi menjadikannya sebagai pemicu untuk terus mendekatkan diri kepada Allah. Ketenangan bukan akhir perjalanan, melainkan bagian dari jalan menuju ridha-Nya. (ivan)