Santri Perlu Menulis Esai untuk Melatih Nalar dan Dakwah Inklusif

bumi pesantren | 05 Oktober 2025 05:55

Santri Perlu Menulis Esai untuk Melatih Nalar dan Dakwah Inklusif
Abdul Wachid B.S. (Guru Besar Pendidikan Bahasa dan Sastra IndonesiaI UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto). (dok kemenag)

PURWOKERTO, PustakaJC.co — Di lingkungan pesantren, keterampilan berbicara di depan publik sering menjadi prioritas utama. Para santri dibiasakan membaca kitab kuning, mendengarkan pengajian para kiai, serta menyampaikan ceramah atau khutbah di hadapan jamaah. Aktivitas-aktivitas ini telah membentuk tradisi lisan yang kuat, namun keterampilan menulis, khususnya menulis esai, sering terabaikan.

 

Menulis bukan sekadar pelengkap retorika lisan, melainkan bagian integral dari tradisi intelektual Islam yang diwariskan para ulama. Imam al-Ghazali, Ibnu Khaldun, hingga Hujjatul Islam Al-Syafi’i, meninggalkan karya tulis yang menjadi rujukan hingga kini. Karya-karya mereka mencerminkan keluasan ilmu, kedalaman perenungan, dan kejernihan berpikir. Dilansir dari kemenag.go.id, Minggu, (5/10/2025).

 

Esai sebagai genre tulisan bersifat argumentatif, reflektif, dan personal. Penulis dituntut menyusun argumen yang logis, didukung data, pengalaman, dan analisis yang tajam. Menulis esai melatih santri kemampuan berpikir kritis, logis, serta membuka ruang berbicara kepada publik luas di luar pesantren. Lewat esai, santri dapat menyuarakan nilai-nilai Islam yang damai, toleran, dan solutif, sekaligus menghadirkan wacana keislaman yang inklusif dan dialogis.