Menag Dorong Penyusunan Perpres Ditjen Pesantren Berbasis Aspirasi Ormas dan Tokoh Pesantren

bumi pesantren | 29 November 2025 05:12

Menag Dorong Penyusunan Perpres Ditjen Pesantren Berbasis Aspirasi Ormas dan Tokoh Pesantren
Menag Nasaruddin Umar menghadiri FGD mengenai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Ditjen Pesantren. (dok kemenag)

JAKARTA, PustakaJC.co - Kementerian Agama terus mematangkan pembentukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren. Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Ditjen Pesantren harus mengedepankan penyerapan aspirasi seluas mungkin dari para pemangku kepentingan, khususnya ormas Islam dan komunitas pesantren.

 

Pesan tersebut disampaikan Menag saat menghadiri Focus Group Discussion (FGD) Pendalaman Materi Naskah Akademik dan Rancangan Perpres Ditjen Pesantren di Jakarta, Kamis, (27/11/2025). Hadir sejumlah tokoh, mulai dari Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Basnang Said, Penasihat Ahli Menteri Prof. Dr. Nur Syam, hingga akademisi seperti Dr. KH. Abdul Moqsith Ghazali, Dr. KH. Ginanjar Sya’ban, dan Dr. KH. Ilyas Marwal. Dilansir dari kemenag.go.id, Sabtu, (29/11/2025).

 

Menag menegaskan bahwa Ditjen Pesantren bukan dibangun sebagai lembaga “pengendali”, tetapi fasilitator yang memahami karakter khas pesantren. Menurutnya, legitimasi sosial sangat penting agar keberadaan Ditjen Pesantren tidak menimbulkan kesan birokratis atau top-down.

 

“Kita tampung seluruh aspirasi. Apa yang diharapkan NU, Muhammadiyah, dan ormas lainnya. Kita harus hadir sebagai wadah, bukan penentu tunggal,” ujar Nasaruddin.

 

 

 

 

Ia meminta jajarannya mengundang 68 ormas Islam untuk memastikan regulasi yang disusun memiliki dukungan kuat dan benar-benar mewakili kebutuhan pesantren.

 

Rancangan Ditjen Pesantren mengadopsi filosofi khidmah atau pelayanan. Menag menekankan bahwa pendidikan pesantren memiliki ontologi tersendiri yang berbeda dari sekolah umum—pendekatan hudhuri (presensi spiritual) yang menyentuh aspek rasa, bukan sekadar transfer ilmu.

 

“Pesantren tidak hanya bicara halal-haram. Ia berbicara tentang wushul, kedalaman batin, dan menghindari sifat ghafil (lalai). Karena itu Ditjen Pesantren harus menjadi pelayan yang paham, bukan komandan,” jelasnya.

 

 

 

Ditjen Pesantren nantinya mengelola tiga fungsi sesuai amanat UU 18/2019: Pendidikan, Dakwah, dan Pemberdayaan Masyarakat.

 

Dalam aspek pemberdayaan, pesantren akan ditempatkan sebagai subjek, bukan objek bantuan pemerintah. Pemberdayaan diarahkan pada potensi lokal (Local Magic) dan kemandirian ekonomi pesantren.

 

“Negara hadir sebagai fasilitator, bukan donor. Kita dorong kemandirian pesantren,” tegas salah satu narasumber diskusi.

 

Kemenag menargetkan draf regulasi dan struktur Ditjen Pesantren rampung sebelum Januari 2026, dengan menggandeng Majelis Masyayikh dan Dewan Masyayikh. (ivan)