YOGYAKARTA, PustakaJC.co - Pemerintah Provinsi Yogyakarta telah meresmikan Teras Malioboro sebagai tempat baru para PKL Malioboro. Peresmian ini dilakukan di gedung eks Bioskop Indra yang menjadi Teras Malioboro.
Dinukil dari Detik, Bioskop Indra dahulunya merupakan bioskop yang terkenal pada zaman Belanda. Bioskop ini didirikan oleh Nederlandsch Indische Bioscoop Exploitatie Maatschappij pada tahun 1916.
Awalnya Bioskop Indra bernama Al Hambra yang terbagi menjadi dua kelas. Kelas ini dibagi berdasarkan status sosial masyarakat pada saat itu. Gedung pertama bernama Al Hambra yang diperuntukan bagi kelas sosial atas, seperti Eropa, Tionghoa dan bangsawan pribumi.
Kemudian ada gedung yang diperuntukkan bagi kelas pribumi yang diberi nama Mascot. Walau begitu, Bioskop Indra selalu menjadi tempat favorit bagi masyarakat Yogyakarta untuk menghabiskan malam.
Pasca kemerdekaan, tampuk kekuasaan Bioskop Al Hambra berganti kepemilikan. Bioskop ini diambil Pemerintah Indonesia kemudian diganti menjadi Bioskop Indra yang mempunyai arti Indonesia Raya.
Kemudian pada 1983, manajemen Bioskop Indra beralih ke NV. Peredaran Film dan Eksploitasi Bioskop Indonesia (PERFEBI). NV. PERFEBI ini adalah perusahaan bioskop di wilayah DIY dan Jawa Tengah pada masa itu.
Tercatat NV PERFEBI menguasai 15 bioskop yang ada di wilayah Yogyakarta, Banjar, Purbalingga, Wonosobo, Temanggung hingga kota lainnya yang berada di Jawa Tengah, termasuk Bioskop Indra.
Namun memasuki era milenium, masa kejayaan Bioskop Indra mulai memudar. Aktivitas bisnis perfilman yang surut membuat Bioskop Indra berhenti beroperasi. Kemudian aset tanahnya diambil alih oleh Pemda DIY.
Tetapi proses pengambilalihan lahan eks Bioskop Indra melalui proses panjang dari 2010. Ketika itu, Pemda DIY sempat kalah di tingkat peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Saat itu Pemda DIY mulai menganggarkan Rp18 miliar.
Pada 2013, Pemda DIY mengeksekusi lahan tersebut tetapi mendapatkan perlawanan dari ahli waris Sukrisno Wibowo. Dirinya mengklaim sebagai pewaris yang sah sesuai dengan surat eigendom sejak zaman Belanda.
Setelah bisa mengeksekusi lahan. Pemda DIY memulai proses pembangunan fisik yang rencananya untuk sentra UMKM. Proyek pembangunan ini menelan anggaran Rp62 miliar. Sedangkan penilaian appraisal mencapai Rp49 miliar.
Proses pembangunan fisik ini pun berlangsung di tengah gugatan dari ahli waris Sukrino Wibowo di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap sertifikat milik Pemda DIY yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta tahun 2014. (int)