PONOROGO, PustakaJC.co – Ribuan warga Ponorogo tumpah ruah mengikuti prosesi Bedol Pusaka dalam rangkaian acara Grebeg Suro 2025 yang digelar mulai tengah malam Rabu (25 Juni 2025) hingga Kamis (26 Juni 2025) sore. Tradisi tahunan ini digelar untuk menyambut Tahun Baru Islam 1447 Hijriah, bertepatan dengan Satu Suro dalam penanggalan Jawa.
Prosesi Bedol Pusaka diawali dari Pringgitan atau Rumah Dinas Bupati Ponorogo, tempat kelima pusaka dilepas untuk diarak secara khidmat menuju makam Batoro Katong, pendiri sekaligus Bupati pertama Ponorogo. Sepanjang kirab, suasana dijaga hening dan sakral. Para peserta berjalan kaki tanpa alas, tanpa pencahayaan, serta tanpa suara, mengenakan busana adat khas Ponorogo. Dilansir dari jatimpos.co, Jumat, (27/6/2025).
“Kami ingin menyampaikan pesan kepada generasi penerus bahwa yang kita kirab ini adalah spirit kebersamaan, spirit gotong royong,” ujar Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, yang akrab disapa Kang Giri.
Tahun ini, terdapat lima pusaka yang diarak dalam kirab:
•Payung Song-song Kiai Tunggul Wulung
•Tombak Kiai Tunggul Nogo
•Angkin Cinde Puspito
•Tombak Kiai Bromo Geni
•Kiai Pamong Angon Geni (pusaka baru)
Menurut Kang Giri, pusaka yang sebenarnya bukan sekadar benda, melainkan semangat hidup warga Ponorogo yang menjunjung tinggi nilai sosial dan gotong royong.
“Pusaka yang paling ampuh di Ponorogo adalah bagaimana bahu membahu, saling memahami, saling menyadari. Maka saya sering sampaikan: bergandeng erat, bergerak cepat, menuju Ponorogo hebat,” ucapnya.
Salah satu pusaka yang menarik perhatian tahun ini adalah Kiai Pamong Angon Geni, hasil karya para empu Ponorogo. Pusaka ini mengandung makna filosofis mendalam bagi kepemimpinan daerah.
“Artinya, pemimpin harus mampu menggembalakan api. Kalau api mampu digembalakan, maka akan memanasi, memberi spirit dan kehangatan kepada rakyat. Tapi kalau salah mengelola api, maka akan terjadi kebakaran,” jelas Kang Giri.
Sebelum kirab dimulai, kegiatan dibuka dengan pembacaan Macapat, bentuk puisi tradisional Jawa. Setelah tiba di lokasi tujuan, kelima pusaka kemudian dijamas (dibersihkan secara sakral) oleh juru kunci makam. Esok harinya, pusaka kembali dikirab menuju pendapa kabupaten dan diikuti lebih banyak warga.
Panitia acara, Gaguk Hermanto, menjelaskan bahwa prosesi ini juga menyimbolkan perjalanan sejarah pemerintahan Ponorogo dari wilayah timur ke pusat kota saat ini.
“Prosesi ini menggambarkan perpindahan pusat pemerintahan Ponorogo dari kota timur ke kota tengah,” kata Bupati Ponorogo itu.
Tak hanya menarik minat warga lokal, Grebeg Suro tahun ini juga diikuti oleh peserta dari berbagai daerah seperti Lampung, bahkan wisatawan dari Prancis. Ini membuktikan bahwa tradisi budaya Ponorogo terus menjadi daya tarik publik luas, bahkan hingga mancanegara.
Melalui Bedol Pusaka, masyarakat Ponorogo tidak hanya merayakan datangnya tahun baru Hijriah, tetapi juga meneguhkan kembali akar budaya, semangat gotong royong, dan filosofi luhur nenek moyang. Dalam diam dan langkah penuh hormat, mereka menyambut Satu Suro dengan harapan baru: Ponorogo yang semakin hebat, hangat, dan berdaya. (ivan)