Air Hujan di Surabaya Terkontaminasi Mikroplastik, Sumber Utama dari Pembakaran Sampah

surabaya | 17 November 2025 05:15

Air Hujan di Surabaya Terkontaminasi Mikroplastik, Sumber Utama dari Pembakaran Sampah
Ilustrasi hujan di Kota Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan air hujan di Surabaya tercemar mikroplastik akibat aktivitas pembakaran sampah. (dok jawapos)

SURABAYA, PustakaJC.co - Ancaman pencemaran udara di Surabaya semakin nyata. Hasil riset terbaru menemukan air hujan di Kota Pahlawan mengandung partikel mikroplastik, terutama dari sampah plastik yang dibakar.

 

Riset dilakukan oleh Ecoton bersama aktivis lingkungan lainnya, termasuk Jaringan Gen Z Jatim Tolak Plastik Sekali Pakai (Jejak), Growgreen, dan River Warrior. Penelitian berlangsung 11–14 November 2025 di tujuh titik: Darmawangsa, Ketintang, Gunung Anyar, Wonokromo, HR Muhammad, Tanjung Perak, dan Pakis Gelora. Dilansir dari jawapos.com, Senin, (17/11/2025).

 

Peneliti Ecoton, Sofi Azilan Aini, mengungkapkan mikroplastik berbentuk fiber mendominasi temuan dalam air hujan Surabaya. Sumber utamanya berasal dari pembakaran sampah plastik, serat pakaian, serta aktivitas kendaraan.

 

 

 

“Hanya dua jenis mikroplastik yang ditemukan, yakni fiber dan filamen. Mikroplastik fiber ini umumnya dari sampah plastik yang dibakar,” ujar Sofi, Minggu, (16/11/2025).

 

Kota besar dengan mobilitas tinggi seperti Surabaya juga rentan tercemar mikroplastik dari gesekan ban kendaraan dengan aspal, aktivitas laundry, polusi industri, hingga pembuangan sampah ke sungai.

 

Dalam riset tersebut, Surabaya berada di peringkat keenam dengan kontaminasi 12 partikel per 90 cm² per dua jam. Metode pengumpulan dilakukan dengan menempatkan wadah stainless steel, aluminium, dan kaca pada ketinggian lebih dari 1,5 meter.

 

 

 

Pakis Gelora tercatat sebagai wilayah paling tercemar dengan 356 partikel mikroplastik per liter, disusul Tanjung Perak (309 PM/liter). Titik lainnya: HR Muhammad (135 PM/liter), Wonokromo (77 PM/liter), Gununganyar (66 PM/liter), Ketintang (48 PM/liter), dan Dharmahusada (24 PM/liter).

 

Sofi mendesak pemerintah dan masyarakat berhenti membakar sampah plastik serta mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Ia juga mendorong adanya sanksi sosial bagi pelanggar.

 

“Publikasikan foto warga yang membakar sampah atau membuang plastik ke sungai, dan lakukan pengujian mikroplastik udara secara rutin,” tegasnya. (ivan)