SURABAYA, PustakaJC.co - Fenomena El-Nino yang berdampak pada semakin panjangnya masa kemarau tahun ini, ternyata tidak hanya direspon Pemprov Jatim dengan penanganan jangka pendek saja, seperti, droping air bersih dan pemberian bantuan tandon serta jirigen.
Upaya penanganan jangka panjang juga telah dilakukan Pemprov Jatim, melalui sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) yang dimiliki.
Hal itu terungkap dalam Rapat Koordinasi Penanganan Kekeringan Dampak El-Nino di Jawa Timur yang digelar di Ruang Rapat Brawijaya, Kantor Gubernur Jatim, Surabaya, Senin (28/8/2023).
Dalam rapat yang dipimpin Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemprov Jatim, Moh. Gunawan Saleh ini disampaikan, berbagai aksi penanganan jangka panjang yang telah dilakukan sejumlah OPD terhadap bencana kekeringan, tahun ini.
Di antaranya, normalisasi waduk dan embung di sejumlah daerah yang dilakukan Dinas PU Sumberdaya Air (SDA) Jatim, pengeboran air di sejumlah desa rawan air yang dilakukan Dinas PU Cipta Karya dan upaya antisipasi melonjaknya kasus penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dilakukan Dinkes Jatim.
"Selama ini, Pemprov Jatim dianggap hanya melakukan penanganan jangka pendek untuk bencana kekeringan di Jatim. Padahal, sejumlah OPD sebetulnya juga telah melakukan berbagai upaya jangka panjang," terang Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Gunawan Saleh.
Turut mendampingi Asisten dalam rapat ini, Kabiro Administrasi Pembangunan Setdaprov Jatim Sigit Panoentoen dan Kalaksa BPBD Jatim, Gatot Soebroto.
Hadir juga dalam rapat ini, Kepala Stasiun BMKG Juanda Taufiq Hermawan, Kadis PU SDA Jatim, Kadis PU Bina Marga Jatim, Kepala Dinas Pertanian, Kepala Dinas Perkebunan, Kepala Dinas Peternakan, dan perwakilan sejumlah OPD di lingkungan Pemprov Jatim, di antaranya, Dinas PU Cipta Karya, Dinas Kehutanan, Dinas Kesehatan, Dinas ESDM, Bappeda Jatim, BPKAD, dan Inspektorat Jatim.
Sementara, Kalaksa BPBD Jatim Gatot Soebroto dalam paparannya menyampaikan, potensi kekeringan di Jatim tahun ini terjadi di 500 desa. Jumlah ini tersebar di 193 kecamatan di 22 kabupaten.
Dibanding dua tahun terakhir, jumlah ini mengalami penurunan, yakni, tahun 2022 yang berjumlah 513 desa dan tahun 2020 yang mencapai 622 desa.
Ia juga menjelaskan, saat ini sudah ada 18 Kabupaten/kota yang telah menetapkan status keadaan darurat bencana kekeringan, meliputi, Siaga Darurat Kekeringan dan Tanggap Darurat Kekeringan.
"Selain itu, sudah 19 kabupaten yang telah melakukan kegiatan droping air bersih," imbuhnya.
Dalam kesempatan ini, juga disampaikan langkah BPBD Jatim yang akan meminta bantuan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dan Water Boombing kepada BNPB untuk mengatasi kekeringan panjang dan kebakaran hutan tahun ini.
"Hanya saja, untuk langkah ini kita masih perlu koordinasi dengan pihak lain, karena di sejumlah daerah ternyata membutuhkan kondisi panas, seperti, daerah sentra tembakau. Selain itu, pelaksanaan TMC juga harus melihat potensi bibit awan. Sebab, kalau tidak ada awan, TMC tidak bisa dilaksanakan," pungkasnya.
Sebelumnya, Pemprov Jatim melalui BPBD Jatim telah meminta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk melakukan modifikasi cuaca di Jawa Timur. Hal ini menyusul musim kemarau berkepanjangan yang menyebabkan sejumlah daerah di jatim kekeringan.
Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Jatim Gatot Soebroto mengatakan permintaan tersebut bertujuan untuk mengatasi kekeringan akibat El Nino.
"Gubernur Khofifah sudah bersurat kepada BNPB dan BMKG untuk dilakukan modifikasi cuaca. Responsnya baik," kata Gatot di Surabaya, Rabu, 23 Agustus 2023.
Selain modifikasi cuaca, BPBD Jatim melakukan dropping air ke sejumlah daerah yang dilanda kekeringan. Menurut Gatot, ada 16 daerah yang dinyatakan dalam status siaga darurat dan tanggap darurat.
Kata Gatot, daerah yang dinyatakan tanggap darurat di antaranya adalah Mojokerto, Pamekasan, Pasuruan, dan Situbondo. Lalu, daerah yang dinyatakan siaga darurat di antaranya Bojonegoro,
Ngawi, Tulungagung, Bangkalan, Batu, Lamongan, Pamekasan, Bondowoso, Probolinggo, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Sumenep, dan Sampang.
"Ada potensi 27 titik yang perlu dilakukan dropping air. Namun untuk sementara ini baru 16 kota tadi," pungkasnya. (ayu)