SURABAYA, PustakaJC.co – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur telah meminta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk melakukan modifikasi cuaca di Jawa Timur. Hal ini menyusul musim kemarau berkepanjangan yang menyebabkan sejumlah daerah di jatim kekeringan.
Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Jatim Gatot Soebroto mengatakan permintaan tersebut bertujuan untuk mengatasi kekeringan akibat El Nino.
Selain modifikasi cuaca, BPBD Jatim melakukan dropping air ke sejumlah daerah yang dilanda kekeringan. Menurut Gatot, ada 16 daerah yang dinyatakan dalam status siaga darurat dan tanggap darurat.
"Gubernur Khofifah sudah bersurat kepada BNPB dan BMKG untuk dilakukan modifikasi cuaca. Responsnya baik," kata Gatot di Surabaya, beberapa waktu lalu.
Kata Gatot, daerah yang dinyatakan tanggap darurat di antaranya adalah Mojokerto, Pamekasan, Pasuruan, dan Situbondo. Lalu, daerah yang dinyatakan siaga darurat di antaranya Bojonegoro,
Ngawi, Tulungagung, Bangkalan, Batu, Lamongan, Pamekasan, Bondowoso, Probolinggo, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Sumenep, dan Sampang.
"Ada potensi 27 titik yang perlu dilakukan dropping air. Namun untuk sementara ini baru 16 kota tadi," terang Gatot
Sebelumnya, Pemprov Jatim telah mengeluarkan status Siaga Darurat Kekeringan dan Kebakaran Hutan dan Lahan terhitung mulai 17 Mei sampai 17 November 2023. Adapun potensi wilayah kekeringan di Jatim berdasarkan data tahun sebelumnya sebanyak 27 kabupaten yang tersebar di 221 kecamatan, 844 desa, dan 1.617 dusun.
Khofifah mengakui ada beberapa titik di wilayahnya dengan kecenderungan mengalami kekeringan setiap musim kemarau. Opsi mengatasi potensi kekeringan berupa krisis air yang dapat berdampak pada gangguan produksi bahan pangan sudah diupayakan sejak jauh hari.
”Kita terus menyiapkan satu kampung ini ada tangki air, (kemudian) kampung lagi ada tangki lagi. Jadi bukan tangki mobil keliling, di situ ada penampungan-penampungan,” ujarnya dalan rakor koordinasi penanggulangan kekeringan beberapa awaktu lalu.
Melalui pembangunan tangki penampungan air di setiap kampung, Khofifah berharap ada dampak jangka panjang kepada warga setempat. Terutama dalam memberi dukungan berupa sumber air bersih, kepada masyarakat yang memang terkonfirmasi sering mengalami kekeringan di wilayahnya.
Penyediaan tangki penampungan di setiap kampung se-Jawa Timur dinilai lebih efektif dibandingkan harus mengirimkan bantuan berupa mobil tangki air keliling. Apalagi air dari tempat penampungan tersebut dapat digunakan oleh masyarakat dalam memenuhi berbagai kebutuhan.
Adanya potensi bencana kekeringan di wilayah Jawa Timur, menurut Khofifah sudah diprediksi sejak Maret 2023. Ia menjelaskan pihak Pemprov Jawa Timur sudah mencoba menyiapkan berbagai pendekatan, termasuk sumur hidrolik dan pipanisasi di berbagai wilayah.
Prioritas penanganan pada saluran irigasi area persawahan diakui Khofifah ingin dijaga betul olehnya. Sang gubernur bertekad meminimalisir dampak El Nino terhadap produksi beras di Jawa Timur utamanya pada tahun ini.
Sementara itu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Kalaksana BPBD) Jatim, Gatot Soebroto, mengatakan, sudah ada penanganan terkait potensi kekeringan yang terjadi di Jawa Timur.
“Sudah ada penanganan baik dari kami maupun BPBD Kabupaten/Kota dengan giat dropping air bersih untuk konsumsi. Selain dropping air, kami juga telah mendistribusikan 10 ribu jerigen serta 350 tandon air ke Kabupaten/Kota melalui BPBD-nya untuk mendukung penanganan kekeringan air di masyarakat,” beber Gatot.
Dia membeberkan, pihaknya sudah melakukan pengiriman air bersih di 15 Kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten Lamongan, Bojonegoro, Blitar, Mojokerto, Nganjuk, Pasuruan, Bangkalan dan Situbondo, Probolinggo, Bondowoso, Jember, Ponorogo, Sampang, Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep,” urai Gatot.
“Intinya kami (BPBD Jatim) siap melakukan dropping air bersih guna mengantisipasi kekeringan,” tegas Gatot.
Sementara terkait penanganan jangka panjang, Gatot mengatakan sesuai instruksi Gubernur Jatim, pihaknya mengajak melakukan penanaman pohon di wilayah-wilayah yang sudah dianggap gundul. Selain itu, juga menjaga sumber daya air yang ada.
“Lalu juga jangan buang sampah sembarangan, dan jangan juga menembang pohon, melakukan pembukaan lahan dengan cara hati-hati. Itulah sebagian upaya-upaya jangka panjang yang diharapkan bisa menjaga agar sumber air yang ada di wilayah kita tetap aman dan bisa stabil,” jelasnya.
Senada dengan Gatot, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jatim, Satriyo Nurseno, mengatakan dampak El Nino dapat mengakibatkan kekeringan. Ini akan berdampak pada bencana lainnya seperti kebakaran hutan dan lahan.
Karena itu pihaknya terus memberikan sosialisasi sekaligus mengedukasi kepada masyarakat untuk menghemat air bersih.
“Sebagaimana diketahui, Indonesia termasuk Jatim diprediksi akan mengalami musim panas ekstrem. Intensitas El Nino diprediksi mencapai puncaknya pada Agustus sampai September 2023,” katanya.
Diketahui, Pemprov Jatim telah mengeluarkan status Siaga Darurat Kekeringan dan Kebakaran Hutan dan Lahan terhitung mulai 17 Mei sampai 17 November 2023. Adapun potensi wilayah kekeringan di Jatim berdasarkan data tahun sebelumnya sebanyak 27 kabupaten yang tersebar di 221 kecamatan, 844 desa, dan 1.617 dusun. (ayu)