JAKARTA, PustakaJC.co - Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam mengeluarkan dua regulasi baru untuk memperketat tata kelola pesantren di Indonesia. Aturan ini mengatur pendirian satuan pendidikan berbasis kitab kuning dan penataan kelembagaan program kesetaraan agar sesuai dengan standar nasional.
Jenderal Pendidikan Islam resmi mensosialisasikan dua regulasi baru yang bertujuan memperkuat tata kelola dan legalitas pendidikan pesantren di Indonesia. Aturan ini mencakup pedoman pendirian pesantren berbasis pengkajian kitab kuning dan penataan kelembagaan program kesetaraan. Dilansir dari kemenag.go.id Kamis, (27/3/2025).
Aturan tersebut tertuang dalam:
- Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 195 Tahun 2025 tentang Pedoman Pendirian Satuan Pendidikan Pengkajian Kitab Kuning dan Penataan Kelembagaan Pesantren yang Menyelenggarakan Program Kesetaraan.
- Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Kepdirjen Pendis) Nomor 2491 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis Tanda Daftar Keberadaan Pesantren.
Dalam sosialisasi yang berlangsung secara daring melalui Zoom, hadir berbagai pemangku kepentingan pesantren, termasuk Majelis Masyayikh, Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PBNU, Lembaga Pengembangan Pesantren Muhammadiyah, dan asosiasi kemitraan Direktorat Pesantren.
Direktur Pesantren Kemenag RI, Basnang Said, menegaskan pentingnya regulasi baru ini untuk meningkatkan kualitas dan akuntabilitas pesantren.
“Kami berharap sosialisasi ini memberikan pemahaman yang lebih baik bagi pemangku kepentingan, sehingga kebijakan ini bisa diimplementasikan secara efektif. Selain itu, regulasi ini akan mendorong pemutakhiran data pesantren di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Regulasi baru ini membawa beberapa perubahan signifikan. Salah satunya, pesantren yang ingin mendaftar kini harus melengkapi dokumen tambahan, yaitu:
- Rekomendasi atau surat dukungan dari pesantren atau lembaga pendidikan asal pengasuh.
- Rekomendasi dari ormas Islam, seperti RMI PBNU, Lembaga Pengembangan Pesantren Muhammadiyah, atau Forum Komunikasi Pondok Pesantren.
Menurut Basnang Said, syarat tambahan ini bertujuan memastikan bahwa pendirian pesantren benar-benar dibutuhkan masyarakat dan memiliki legitimasi yang kuat dari komunitas Islam.
KH Hodri Ariev dari RMI PBNU menyambut baik regulasi ini. Ia menegaskan pentingnya penguatan kelembagaan dan pendataan pesantren.
“Dengan regulasi ini, tradisi khasanah keilmuan di pesantren tetap terjaga, namun disertai dengan pendataan yang rapi dan terstruktur,” ungkapnya.
Sementara itu, Zeni Hafidhtoun Nisak dari Majelis Masyayikh menekankan pentingnya standar mutu pembelajaran.
“Setiap satuan pendidikan pesantren, termasuk yang fokus pada pengkajian kitab kuning, wajib mematuhi standar mutu yang ditetapkan Direktorat Pesantren,” jelasnya.
Kemenag optimistis regulasi ini akan mendorong transparansi, akuntabilitas, dan peningkatan kualitas pendidikan di pesantren. Dengan adanya pedoman yang jelas, pesantren di Indonesia diharapkan mampu mencetak generasi yang tidak hanya berilmu, tetapi juga berakhlak mulia.
“Kita ingin pesantren berkembang secara berkelanjutan. Regulasi ini bukan hanya soal aturan administrasi, tetapi juga langkah maju untuk memastikan kualitas pendidikan di pesantren sejajar dengan sistem pendidikan nasional,” tutup Basnang Said. Dengan aturan baru ini, pendirian dan pengelolaan pesantren tidak lagi bisa sembarangan. Pesantren yang ingin diakui negara wajib memenuhi standar yang ditetapkan Kemenag. (ivan)