JAKARTA, PustakaJC.co - Setiap perayaan Idul Fitri, masyarakat Indonesia memiliki tradisi khas yang tak lepas dari momen silaturahmi dan kebersamaan. Halal Bihalal dan ketupat menjadi simbol yang erat kaitannya dengan Lebaran, menggambarkan nilai-nilai persaudaraan, saling memaafkan, dan kebersamaan dalam budaya Nusantara.
Istilah Halal Bihalal pertama kali diperkenalkan oleh KH Abdul Wahab Hasbullah pada tahun 1948 atas permintaan Presiden Soekarno untuk meredam ketegangan politik di antara para tokoh nasional. Sejak saat itu, Halal Bihalal berkembang menjadi tradisi tahunan bagi umat Islam di Indonesia untuk saling memaafkan dan mempererat hubungan sosial. Dilansir dari kemenag.go.id Selasa, (1/4/2025).
Selain Halal Bihalal, ketupat juga menjadi ikon khas Lebaran. Dalam budaya Jawa, kata “kupat” berasal dari frasa “ngaku lepat,” yang berarti mengakui kesalahan.
“Ketupat bukan hanya makanan, tetapi juga simbol permintaan maaf dan kebersamaan,” ujar Budayawan KH Agus Sunyoto.
Prof. Ahmad Mansur, sejarawan Islam dari UIN Jakarta, menambahkan bahwa Halal Bihalal dan ketupat merupakan bentuk kearifan lokal dalam memaknai Idul Fitri.
“Islam mengajarkan silaturahmi dan saling memaafkan. Tradisi ini menjadi cara masyarakat Indonesia menerapkan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari,” jelas Sejarawan Islam UIN Jakarta.
Dengan filosofi yang mendalam, Halal Bihalal dan ketupat bukan sekadar tradisi, tetapi juga bagian dari identitas budaya yang memperkuat nilai-nilai Islam di Nusantara. Lebaran pun menjadi lebih bermakna dengan kehangatan keluarga dan persaudaraan. (ivan)