Tanda-tanda seseorang meraih haji mabrur terlihat dari perubahan perilakunya pasca-haji. Ia menjadi lebih baik, menjauhi dosa, dan meningkatkan ibadah. Jika seseorang justru tetap terjerumus dalam kemaksiatan, atau bahkan merasa lebih mulia karena gelar hajinya, maka perlu dipertanyakan kualitas hajinya.
Muhammad bin Abdullah al-Jurdani dalam al-Jawahirul Lu’luiyah membagi level ibadah menjadi tiga:
- Ibadah sebatas menggugurkan kewajiban
- Ibadah dalam kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi
- Ibadah dengan kehadiran hati seolah melihat Allah
(hlm. 49)
Haji seharusnya menjadi latihan ruhani agar setiap Muslim terbiasa merasa diawasi oleh Allah, bahkan setelah pulang ke kampung halaman.
Ibadah haji bukanlah jaminan otomatis kesucian diri. Kemabruran bergantung pada keikhlasan, kehalalan bekal, dan akhlak yang tumbuh dari pengalaman spiritual di Tanah Suci. Haji sejati bukan soal status, tetapi perubahan nyata dalam iman dan perilaku. (Ivan)
Wallahu a’lam.