SURABAYA, PustakaJC.co - Kota Surabaya menegaskan posisinya sebagai salah satu daerah dengan manajemen fiskal terbaik di Indonesia. Dalam Musyawarah Nasional (Munas) VII Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) 2025 yang berlangsung di Grand City, Surabaya, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyampaikan bahwa kapasitas fiskal Kota Surabaya mencapai 73 persen, tertinggi secara nasional. Jumat, (9/5/2025)
“Saya ingin memberikan semangat kepada Kota Surabaya dengan kapasitas fiskal terkuat di Republik Indonesia. Yakni 73 persen, Cak Eri ya PAD-nya,” ujar Bima Arya, merujuk pada Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Dikutip dari jatimpos.co, Sabtu, (10/5/2025).
Bima menambahkan, capaian ini tidak hanya menunjukkan kekuatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi juga mencerminkan keberhasilan Surabaya dalam menerapkan prinsip efisiensi dan strategi pembiayaan alternatif. Salah satu contohnya adalah langkah realokasi anggaran sebesar Rp1 triliun dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah ditanggung oleh pemerintah pusat. Dana tersebut kemudian dialihkan untuk membiayai pembangunan sekolah dan infrastruktur pendidikan.
“Efisiensi adalah investasi, efisiensi adalah visi jangka panjang. Kita perlu membangun pendekatan baru, kultur baru, cara baru, menghilangkan yang mubazir agar tercipta ruang fiskal yang kokoh,” ujar Bima.
Dalam pemaparannya, Bima juga menyebut beberapa kota lain dengan kapasitas fiskal tinggi, seperti Semarang, Bekasi, Tangerang Selatan, Denpasar, Bogor, Bandung, Batam, dan Medan. Namun, Surabaya dinilai memiliki fondasi fiskal paling kuat, layak menjadi rujukan nasional.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, dalam kesempatan yang sama menegaskan bahwa penguatan fiskal daerah tidak cukup hanya mengandalkan APBD. Diperlukan terobosan, kemitraan, dan strategi pembiayaan baru untuk mempercepat pembangunan dan menjawab tantangan pertumbuhan ekonomi.
“Program kerakyatan, terutama bidang pendidikan dan kesehatan, harus berjalan beriringan dengan pembangunan infrastruktur berskala menengah hingga besar. Semua itu harus mendorong pertumbuhan ekonomi yang langsung berdampak ke masyarakat,” jelas Eri.
Ia juga menyampaikan bahwa paradigma pembangunan Surabaya kini lebih partisipatif. Tidak lagi top-down, melainkan melibatkan masyarakat dan DPRD secara aktif.
“Kalau dulu pemerintah membangun untuk warga (governing for citizen), sekarang membangun bersama warga (governing with citizen),” imbuh Walikota Surabaya.
Selain itu, Eri menjelaskan bahwa pembangunan di Surabaya diarahkan pada pendekatan kawasan dan aglomerasi, bukan lagi sekadar membangun dalam batas administratif. Hal ini bertujuan untuk memperkuat konektivitas antardaerah, khususnya dalam transportasi dan infrastruktur.
Capaian fiskal Kota Surabaya menjadi contoh nyata bagaimana efisiensi anggaran, kebijakan berbasis prioritas rakyat, serta inovasi dalam pembiayaan dapat memperkuat fondasi pembangunan daerah. Surabaya kini tak hanya menjadi kota besar, tapi juga menjadi model nasional dalam menciptakan daerah mandiri secara fiskal dan berorientasi pada kesejahteraan warganya. (ivan)