BOJONEGORO, PustakaJC.co - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro terus memperkuat jaring pengaman sosial dengan mendaftarkan warga miskin serta pekerja rentan ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Langkah ini menggantikan skema santunan duka (sanduk) sebelumnya, dengan manfaat yang lebih besar dan cakupan lebih luas.
Wakil Bupati Bojonegoro, Nurul Azizah, menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan bentuk peningkatan perlindungan sosial, bukan penghapusan bantuan. Dilansir dari jatimpos.co, Minggu, (11/5/2025).
“Program santunan duka bukannya dihapus, namun mekanismenya yang diubah, dengan didaftarkannya warga miskin dalam asuransi BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya dalam program Kopi Pagi di Radio Istana 95 FM, Sabtu, (10/5/2025).
Dalam skema sebelumnya, santunan kematian hanya sebesar Rp3 juta. Kini, melalui BPJS Ketenagakerjaan, santunan yang diterima ahli waris meningkat menjadi Rp42 juta. Selain itu, dua anak dari peserta yang meninggal juga mendapatkan beasiswa pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi.
“Ini bagian dari upaya memutus mata rantai kemiskinan dan menyiapkan masa depan anak-anak yang ditinggalkan,” tutur Wabup Nurul.
Perubahan ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020. Dalam APBD Bojonegoro 2025, tidak ada lagi pos anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk santunan duka. Sebagai gantinya, Pemkab mengalokasikan Rp35 miliar ke dalam skema BPJS Ketenagakerjaan.
Untuk menjamin ketepatan penerima manfaat, Pemkab akan membuka akses publik terhadap Data Mandiri Masyarakat Miskin Daerah (Damisda). Warga juga akan dapat melihat langsung keabsahan data melalui pemasangan stiker identifikasi miskin pada rumah penerima manfaat.
“Sehingga masyarakat bisa mengawal data tersebut apakah warganya benar-benar miskin atau tidak,” jelas Wabup Nurul.
Data terbaru menunjukkan bahwa sejak April 2025, BPJS Ketenagakerjaan telah mencairkan klaim jaminan kematian kepada 139 jiwa warga Bojonegoro dengan total Rp5,8 miliar. Program ini menjangkau 157.039 penerima manfaat, termasuk 54.000 keluarga miskin dan pekerja rentan seperti marbot, takmir, modin, guru ngaji, linmas, kader desa, dan ketua RT/RW.
Inspektur Inspektorat Kabupaten Bojonegoro, Teguh Prihandono, menjelaskan bahwa santunan duka kini lebih diarahkan pada kejadian darurat atau bencana.
“Sementara kebutuhan jaminan kematian umum kini dialihkan sepenuhnya ke dalam skema BPJS Ketenagakerjaan,” terangnya.
Dengan kebijakan ini, Pemkab Bojonegoro menegaskan komitmennya terhadap perlindungan sosial yang lebih adil dan berkelanjutan. Warga miskin dan pekerja rentan kini memiliki jaminan perlindungan yang nyata saat menghadapi musibah, sekaligus harapan pendidikan bagi generasi penerus mereka. (ivan)