GRESIK, PustakaJC.co – Memperingati 50 tahun berdirinya Pondok Pesantren Mambaus Sholihin, Desa Suci, Manyar, Gresik, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyerukan pentingnya menjaga sanad keilmuan dan mewaspadai tafsir agama instan di media sosial.
Dalam pidatonya, Nusron menyoroti fenomena generasi muda yang mulai meninggalkan proses belajar agama secara mendalam di pesantren dan justru mencari rujukan keagamaan dari media sosial. Minggu, (22/6/2025).
“Sekarang banyak anak muda yang maunya serba praktis, tidak mau capek-capek. Hanya lewat sosmed. Akhirnya ngalor-ngidul, kadang membingungkan,” tegas Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Nusron Wahid.
Ia menekankan bahwa ilmu agama tidak boleh bergantung pada medsos sebagai sumber utama.
“Kalau sebagai tambahan informasi boleh, tapi dijadikan dasar pengambilan keputusan sangat berbahaya,” imbuh Nusron.
Nusron juga menyampaikan apresiasi kepada pesantren yang selama ini menjadi benteng keilmuan Islam di Indonesia.
“Sanad keilmuan di pesantren seperti ini bersambung langsung ke Rasulullah SAW lewat para gurunya,” kata Menteri yang juga Alumni pondok pesantren ini.
Atas nama pemerintah, Nusron menyampaikan ucapan selamat dan salam dari Presiden Prabowo Subianto yang saat ini sedang melakukan kunjungan ke Rusia.
“Presiden Prabowo menitipkan salam hormat kepada KH Masbuhin Faqih dan seluruh keluarga besar pesantren Mambaus Sholihin,” ujarnya dengan nada penuh takzim, sambil menundukkan kepala sebagai bentuk penghormatan kepada para kiai dan para santri yang hadir.
Perayaan Harlah juga diisi tasyakuran atas keberhasilan para alumni yang meraih gelar profesor dan doktor. Rektor Universitas Darussalam Gontor, Amal Fathullah Zarkasyi, turut hadir dan memberikan selamat secara langsung.
“Ini adalah legacy yang sangat berharga, menunjukkan keberhasilan pesantren mencetak intelektual muslim,” kata Rektor Universitas Darussalam Gontor itu.
Masih dalam rangka memperingati 50 tahun berdirinya Pondok Pesantren Mambaus Sholihin, KH Abdul Qoyyum Mansur pengasuh Pondok Pesantren An-Nur Lasem dalam mauidzah hasanah-nya menyampaikan bahwa dalam pandangan Islam, predikat “guru besar” bukan semata soal gelar akademik, melainkan juga mencakup integritas keilmuan.
“Guru besar adalah orang yang besar di langit. Ia belajar, mengamalkan, dan menyebarkan ilmunya,” tutur Gus Qoyyum.
Turut hadir dalam acara ini, pengasuh Ponpes KH Masbuhin Faqih, perwakilan Gubernur Jatim Agung Subagyo dari Bakorwil, serta tokoh-tokoh pesantren lainnya. Acara diwarnai sambutan, tausiyah, hingga pemberian penghargaan kepada pemenang sayembara logo harlah.
Setengah abad bukan sekadar usia, tapi saksi atas perjuangan ilmu, akhlak, dan kemanfaatan yang ditebar. Dari desa kecil di Gresik, Mambaus Sholihin membuktikan bahwa pesantren adalah benteng masa depan umat. (ivan)