SURABAYA, PustakaJC.co - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan pemisahan antara Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal dinilai sebagai langkah penting dalam memperkuat demokrasi di Indonesia. Namun, Badan Riset dan Inovasi Strategis (BRAINS) Partai Demokrat menekankan pentingnya menyiapkan peta jalan politik yang matang agar dampaknya tidak menimbulkan disorientasi dalam sistem pemerintahan.
Kepala BRAINS DPP Partai Demokrat, Ahmad Khoirul Umam, menyebut kebijakan ini membuka ruang yang lebih luas bagi masyarakat untuk memahami dan menilai calon pemimpin daerah secara lebih objektif.
“Selama ini isu lokal sering tenggelam oleh hiruk-pikuk Pilpres. Dengan pemisahan pemilu, masyarakat bisa lebih fokus menilai calon kepala daerah dan legislatif daerah berdasarkan kebutuhan riil di wilayah mereka,” ujar Umam dilansir dari suarasurabaya.net, Sabtu, (28/6/2025).
BRAINS melihat pemisahan ini juga dapat menyederhanakan teknis pemilu. Jika sebelumnya pemilu serentak memuat lima surat suara dalam satu hari, kini potensi kelelahan pemilih maupun petugas dapat ditekan.
“Pengawasan akan lebih mudah, potensi politik uang bisa ditekan, dan kualitas hasil pemilu meningkat,” tambahnya.
Selain itu, pemisahan rezim pemilu diyakini bisa mendorong kaderisasi partai yang lebih terarah dan adaptif. Partai bisa merancang strategi kaderisasi secara terpisah, sesuai kebutuhan lokal dan nasional.
Namun BRAINS juga mengingatkan sejumlah tantangan besar yang perlu diantisipasi. Salah satunya adalah potensi terjadinya fragmentasi politik antara pusat dan daerah.
“Selama ini caleg pusat dan daerah saling menopang untuk membangun basis suara. Jika dipisah, dukungan dari mesin politik lokal bisa melemah. Ini membuat kerja politik caleg pusat jadi lebih berat,” jelas Umam.
BRAINS juga menyoroti kemungkinan ketidaksinkronan waktu pelantikan pejabat nasional dan daerah, yang bisa menghambat koordinasi lintas sektor.
“Kita harus memastikan kebijakan ini tidak memperlebar jarak koordinasi pusat dan daerah. Jangan sampai menciptakan model federalisme de facto yang bertentangan dengan sistem presidensial kita,” tegas Kepala BRAINS DPP Partai Demokrat itu.
BRAINS Partai Demokrat menilai, putusan sebesar ini semestinya berada dalam ranah open legal policy atau kebijakan hukum terbuka, yang menjadi domain legislatif dan pemerintah untuk dibahas secara mendalam.
“Partai politik di DPR harus diberi ruang lebih besar untuk menyusun desain sistem politik nasional yang lebih konsisten. Kita butuh regulasi yang tidak berubah-ubah, apalagi menjelang masa politik penting,” pungkasnya.
BRAINS Demokrat mendorong pemerintah dan DPR segera merumuskan langkah konkret dalam mengantisipasi dampak kebijakan ini, agar stabilitas demokrasi dan kesinambungan pemerintahan tetap terjaga secara utuh. (ivan)