SURABAYA, PustakaJC.co – Fraksi Partai NasDem DPRD Jawa Timur menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jatim 2025–2029, namun menegaskan perlunya pemerataan pembangunan yang lebih adil, khususnya di sektor pendidikan dan kesehatan.
“Kualitas hidup warga Jawa Timur harus semakin baik dalam hal pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan infrastruktur,” kata Khusnul Arif, S.Sos., juru bicara Fraksi NasDem saat menyampaikan pandangan akhir fraksi dalam rapat paripurna, dikutip dari jatimpos.co, Selasa, (8/7/3025).
Fraksi NasDem memberi perhatian khusus terhadap tingginya angka buta huruf (ABH) di sejumlah wilayah. Berdasarkan data Pusat Data Statistik 2024, Kabupaten Sampang tercatat memiliki ABH tertinggi di Jawa Timur sebesar 14,02 persen. Di bawahnya ada Kabupaten Probolinggo dengan 11,22 persen, dan Kabupaten Bondowoso 9,94 persen.
Menurut Khusnul, daerah-daerah tersebut memiliki kesamaan karakteristik sosial budaya seperti kuatnya pengaruh budaya lokal, rendahnya mobilitas penduduk, dan minimnya infrastruktur pendidikan dasar. Sebaliknya, wilayah dengan ABH terendah berada di kawasan perkotaan dengan fasilitas pendidikan yang lebih baik. Kabupaten Sidoarjo mencatat angka ABH 0,69 persen, disusul Kota Surabaya 1,08 persen, dan Kota Pasuruan 1,15 persen.
“Strategi peningkatan kualitas pendidikan dalam RPJMD perlu diperluas agar tidak hanya menekankan pada peningkatan mutu di daerah maju, tetapi juga menyasar wilayah-wilayah rawan buta huruf dan eksklusi pendidikan,” tegas Khusnul.
Ia juga menekankan pentingnya penguatan pendidikan nonformal berbasis kearifan lokal. Menurutnya, guru keaksaraan yang berasal dari komunitas lokal harus diberi pelatihan khusus serta insentif yang layak agar peran mereka bisa maksimal.
Di sektor kesehatan, Fraksi NasDem menyoroti ketimpangan layanan di wilayah kepulauan, perbukitan, dan perbatasan yang selama ini masih sulit dijangkau. Ia menilai RPJMD perlu ditajamkan untuk menjangkau wilayah-wilayah dengan kerentanan geografis dan sosial tinggi.
“Program kesehatan harus disusun berdasarkan peta keterjangkauan layanan berbasis bukti dan spasial. Jarak tempuh, moda transportasi, dan rasio tenaga kesehatan harus menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan,” jelasnya.
Fraksi NasDem juga mendorong integrasi data kesehatan yang lebih kuat. Menurut Khusnul, data prevalensi penyakit menular dan tidak menular, cakupan imunisasi, status gizi anak, serta akses air bersih dan sanitasi perlu dijadikan dasar kebijakan yang holistik.
“Kesehatan bukan hanya persoalan layanan medis, tetapi juga menyangkut kondisi sosial dan lingkungan. Ini harus menjadi pendekatan utama dalam dokumen RPJMD,” pungkas Fraksi NasDem itu.
Melalui catatan kritis ini, Fraksi NasDem berharap RPJMD Jatim 2025–2029 tidak hanya menjadi dokumen teknokratis, tetapi benar-benar mampu menghadirkan pembangunan yang merata, menyentuh daerah-daerah tertinggal, dan berdampak nyata bagi masyarakat Jawa Timur. (ivan)