SIDOARJO, PustakaJC.co – Transformasi tata kelola haji nasional segera dimulai. Pemerintah menargetkan pada musim haji 2026, kewenangan penyelenggaraan haji akan dialihkan dari Kementerian Agama (Kemenag) ke sebuah badan khusus yang tengah dibentuk bersama DPR RI.
Hal ini disampaikan Penasihat Khusus Presiden Bidang Urusan Haji, Muhadjir Effendy, saat menghadiri peletakan batu pertama pembangunan SMP Muhammadiyah Sukodono, dilansir dari surabayapagi.com, Minggu, (3/8/2025).
“InsyaAllah tahun depan penyelenggaraan haji akan dilimpahkan ke badan penyelenggara haji. Tapi seperti apa bentuk dan skema kerjasamanya dengan Kemenag masih dibahas di DPR,” ujar Muhadjir.
Meski struktur hukumnya belum final, Muhadjir memastikan bahwa persiapan di lapangan sudah mulai berjalan. Kemenag pun disebut telah memulai proses transisi secara bertahap.
“Di lapangan sudah mulai ada persiapan, termasuk berkemas-kemas dari Kemenag ke badan penyelenggara. Sementara itu, payung hukumnya sedang disusun agar proses bisa berjalan simultan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Muhadjir mengungkapkan bahwa Pemerintah Arab Saudi telah menetapkan batas waktu hingga November 2025 bagi seluruh negara pengirim jemaah, termasuk Indonesia, untuk menyelesaikan keputusan administratif dan skema pembiayaan.
“Kalau deadline dari Pemerintah Saudi itu November, semua keputusan, termasuk soal pembiayaan, harus sudah final,” katanya.
Arab Saudi sendiri tengah melakukan reformasi besar-besaran dalam tata kelola haji, dengan target menaikkan jumlah jemaah haji hingga 10 juta orang pada tahun 2030. Indonesia, kata Muhadjir, harus siap mengikuti setiap perubahan global yang terjadi.
“Kalau target itu betul-betul dijalankan Saudi, kita harus siap dengan berbagai perubahan kebijakan, termasuk perubahan yang mungkin tidak terduga,” ujarnya.
Muhadjir juga menyampaikan arahan Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan tiga fokus utama dalam transformasi haji: peningkatan layanan, pemberantasan korupsi, dan efisiensi biaya.
“Penyelenggaraan haji harus semakin baik, tidak boleh ada penyalahgunaan kewenangan dan harus semakin murah,” tegasnya.
Selain infrastruktur dan regulasi, ia juga menyoroti pentingnya kesiapan mental seluruh petugas haji, agar tidak mudah panik dalam situasi darurat dan tetap mengedepankan kenyamanan jemaah.
“Penyelenggaraan haji harus responsif terhadap berbagai perubahan strategis dan operasional. Mental petugas juga harus siap, tidak gampang membuat pernyataan saat terjadi sesuatu,” imbuh Muhadjir.
Ia menutup pernyataannya dengan komitmen pemerintah untuk menjadikan jemaah haji sebagai prioritas utama dalam segala kebijakan.
“Pokoknya jemaah haji harus kita utamakan. Hal-hal negatif yang bisa berdampak pada jemaah harus disingkirkan sejauh mungkin. Ini komitmen kita agar ibadah haji benar-benar memberi kemaslahatan,” pungkasnya. (ivan)