Sekolah Rakyat Fokus Entaskan Kemiskinan Bukan Saingi Pesantren dan Sekolah Swasta

pemerintahan | 08 Agustus 2025 14:10

Sekolah Rakyat Fokus Entaskan Kemiskinan Bukan Saingi Pesantren dan Sekolah Swasta
Gubernur Khofifah bersama Kepala Dinas Sosial Jatim, Dra. Restu Novi Widiani meninjau Siswa di Hari Pertama Masuk Sekolah Rakyat. (dok istimewa)

SURABAYA, PustakaJC.co – Sekolah Rakyat (SR) kini menjadi ujung tombak Jawa Timur dalam memutus rantai kemiskinan ekstrem. Program berbasis komunitas ini menyasar anak-anak dari keluarga termiskin, dengan pendekatan pendidikan karakter yang tidak dimiliki sekolah formal. Bukan pesaing pesantren atau sekolah swasta, SR justru melengkapi peran negara dalam memberi masa depan yang layak bagi generasi terpinggirkan.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Sosial terus mengakselerasi pelaksanaan program Sekolah Rakyat, sesuai amanat Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2025 tentang Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.

 

“Sekolah Rakyat bukan pesaing pondok pesantren ataupun sekolah swasta. Program ini khusus untuk anak-anak dari keluarga miskin ekstrem, dengan kurikulum berbasis karakter dan komunitas. Bukan jalur umum,” tegas Yusmanu, Sekretaris Dinas Sosial Jatim, mewakili Kepala Dinas Sosial Jatim, Dra. Restu Novi Widiani, saat diwawancarai oleh jurnalis PustakaJC.co di kantor Dinas Sosial Jawa Timur, Rabu, (6/8/2025).

Sekretaris Dinas Sosial Jatim, Yusmanu saat diwawancarai jurnalis PustakaJC.co, di kantor dinas sosial Jawa Timur.

 

 

Program ini menyasar anak-anak dari Desil 1 dan Desil 2, yaitu kategori termiskin dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang tervalidasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Setiap peserta didik diseleksi ketat melalui Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan diverifikasi ulang secara lapangan oleh tim BPS dan pihak sekolah.

“Tidak bisa ada titipan. Tidak boleh anak pejabat atau keluarga berada masuk. Fokus kami adalah pendidikan bagi anak-anak yang benar-benar miskin, agar bisa keluar dari lingkaran kemiskinan,” lanjutnya.

Program ini bersifat boarding school (asrama), dengan pemisahan siswa laki-laki dan perempuan, makan tiga kali sehari, serta penambahan gizi dua kali seminggu. Pembelajaran difokuskan pada pembentukan karakter selama tiga bulan awal, bukan sekadar pengenalan sekolah.

“Karakter dibentuk dulu. MPLS di sini bukan Cuma kenalan, tapi pembiasaan. Tiga bulan full pembentukan mindset — dari disiplin, kerja sama, hingga empati sosial,” pungkas Sekertaris Dinas Sosial ini.

Gedung sekolah disiapkan dengan standar minimal dua ronde kelas, lengkap dengan laboratorium bahasa, fisika, kimia, perpustakaan, dapur, ruang makan, dan ruang guru. Bahkan, pengujian bakat dilakukan menggunakan pendekatan talent mapping dan tes DNA, bekerja sama dengan lembaga pengembangan diri seperti Ary Ginanjar.

Siswa diarahkan sesuai minat dan potensinya. Jika ingin kuliah, disiapkan akses ke perguruan tinggi; jika ingin kerja, disediakan pelatihan keterampilan. Negara hadir sepenuhnya dalam proses ini.

Suasana hari pertama masuk Sekolah Rakyat di Jawa Timur.

Per pertengahan 2025, telah beroperasi 19 Sekolah Rakyat di Jawa Timur. Tahap pertama mencakup 12 sekolah yang resmi aktif sejak 14 Juli 2025, dengan total 1.183 siswa, didukung oleh 12 kepala sekolah, 175 guru, dan 137 tenaga kependidikan.

Lokasi sekolah tersebar di:  Batu, Malang, Mojokerto, Lamongan, Banyuwangi, Pasuruan, Surabaya (Unesa), Jombang,  Kediri, Pacitan, Probolinggo, Kota Malang.

 

Tahap selanjutnya (1B) menyusul di 7 lokasi lain seperti Ponorogo, Tuban, Bojonegoro, Jember, Pamekasan, Gresik, dan Kota Pasuruan — dengan sekitar 600 siswa tambahan.

Total target 1925 siswa ditetapkan sebagai kuota awal tahun ajaran 2025/2026 di seluruh SR di Jatim. Selanjutnya, ditargetkan pada 2026 setiap kabupaten/kota di Jawa Timur memiliki minimal satu Sekolah Rakyat Terintegrasi.

Sekolah Rakyat tidak lahir untuk bersaing dengan pesantren atau sekolah swasta, melainkan menjadi ruang alternatif bagi anak-anak miskin ekstrem agar tidak kehilangan masa depan. Dengan model pendidikan karakter dan dukungan negara, program ini diharapkan mampu memutus mata rantai kemiskinan dan membangun generasi baru yang lebih mandiri dan berdaya saing. (ivan)