SURABAYA, PustakaJC.co - Defisit APBD Jawa Timur 2025 melonjak tajam dari Rp1,77 triliun menjadi Rp4,39 triliun. DPRD Jawa Timur mengingatkan Pemprov agar tidak terlalu bergantung pada Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) yang tahun ini membengkak hingga Rp4,7 triliun.
DPRD Jawa Timur memberikan catatan kritis dalam sidang paripurna pembahasan Raperda Perubahan APBD (P-APBD) 2025, Selasa (19/8). Kenaikan defisit dan lonjakan pembiayaan dari SiLPA menjadi perhatian utama fraksi-fraksi. Dilansir dari bhirawaonline.co.id, Rabu, (28/82025).
Juru Bicara Fraksi Partai Gerindra, Soemarjono, menegaskan bahwa secara aturan, perubahan APBD dapat dilanjutkan. Namun, defisit yang melonjak lebih dari dua kali lipat dinilai harus dikelola dengan cermat.
“Secara regulasi, perubahan APBD ini dapat dilanjutkan pembahasannya. Namun kenaikan defisit Rp4,39 triliun tanpa diimbangi kenaikan pendapatan menunjukkan adanya mismatch fiskal yang berpotensi menimbulkan risiko jangka panjang,” ujarnya.
Dalam Nota Keuangan P-APBD 2025, belanja daerah naik Rp2,71 triliun menjadi Rp32,93 triliun, sementara pendapatan hanya tumbuh Rp91 miliar menjadi Rp28,53 triliun. Defisit pun melebar drastis dan ditutup dengan pembiayaan dari SiLPA 2024 sebesar Rp4,7 triliun, naik tajam dari Rp1,78 triliun.
Menurut Soemarjono, penggunaan SiLPA dalam jumlah besar patut menjadi perhatian.
“Ketergantungan pada SiLPA berpotensi membuat APBD hanya menjadi ‘anggaran bergulir’, bukan development budget yang mampu memberi multiplier effect bagi rakyat,” tegasnya.
Fraksi Gerindra menekankan empat catatan penting: defisit harus diarahkan ke belanja produktif, penggunaan SiLPA diiringi perbaikan perencanaan, pendapatan diperkuat lewat inovasi fiskal dan optimalisasi aset, serta belanja diarahkan ke sektor prioritas seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pengentasan kemiskinan.
Sementara itu, Fraksi PKS juga menyoroti kondisi yang sama. Juru Bicara Fraksi PKS, Lilik Hendarwati, menilai P-APBD 2025 harus lebih responsif terhadap kondisi ekonomi global dan beban rakyat yang semakin berat.
“Beban masyarakat Jawa Timur saat ini semakin berat. Harga kebutuhan pokok naik, pendapatan stagnan, dan daya beli menurun. Karena itu, P-APBD 2025 harus lebih responsif, tidak sekadar program permen pemanis jangka pendek,” ujar Lilik.
PKS juga mengingatkan agar kenaikan target pajak daerah sebesar Rp103 miliar dan retribusi Rp161 miliar tidak membebani masyarakat yang daya belinya melemah.
“Pemprov harus memastikan kenaikan target pajak dan retribusi berasal dari intensifikasi, bukan kenaikan tarif. Keringanan PKB dan BBNKB tetap dipertahankan, serta pembebasan pajak bagi kelompok rentan diperluas,” tambah fraksi PKS.
Selain itu, PKS menilai lemahnya kontribusi BUMD dan besarnya SiLPA Rp4,7 triliun menjadi tanda adanya kelemahan perencanaan dan rendahnya serapan anggaran.
Baik Gerindra maupun PKS sepakat, APBD harus dikelola hati-hati agar tidak sekadar menjadi permainan angka.
“APBD bukan sekadar angka, melainkan instrumen pembangunan. Karena itu, setiap rupiah harus memberi manfaat langsung bagi kesejahteraan rakyat Jawa Timur,” pungkas Soemarjono. (ivan)