Sengketa pajak ini bermula dari listplang SPBU yang dinilai BPK sebagai objek reklame. Versi BPK, tagihan hanya berlaku prospektif 2024–2025 dengan estimasi Rp1,6 miliar. Namun Pemkot menghitung mundur hingga 2019 sehingga total mencapai Rp26 miliar.
“Selisihnya Rp24,4 miliar. Aturannya, SKPD-KB tidak bisa berlaku surut,” tegas Machmud.
Pakar hukum Universitas Wisnuwardhana, Dr Himawan Estu Bagiyo, menilai langkah Pemkot keliru secara administratif karena tidak ada dialog dengan wajib pajak.